Dua Puluh Tujuh

92 11 4
                                    

Pagi yang luar biasa bagi Ji Na. Selain karena hari ini merupakan hari libur, pagi ini Ji Na merasa jauh lebih nyaman daripada semalam. Setelah berjuang sepanjang malam melawan traumanya bersama Jae Hyun, jiwanya jauh lebih membaik setelah tidur pulas dalam pelukan suaminya.

Percayalah, kali itu bukan kali pertama Ji Na harus berakhir tertidur pulas dalam pelukan Jae Hyun hanya karena traumanya. Mereka sudah sering melakukannya. Bahkan, Ji Na tak masalah jika kegiatan itu sudah bisa disebut sebagai kebiasaan barunya; karena, ia akan selalu otomatis mencari Jae Hyun jika hujan turun.

Ji Na sudah segar usai mandi. Jarum jam di dinding kamarnya juga masih menunjuk ke angka 8. Masih cukup pagi untuk beraktivitas. Tapi, wanita itu sudah penasaran aktivitas apa yang suaminya lakukan saat ini.

Ngomong-ngomong, Ji Na sendiri tak tau sampai jam berapa Jae Hyun meninggalkan kamarnya semalam. Jadi, daripada penasaran, wanita itu akan tanyakan sendiri pagi ini.

CKLEK.

Ji Na segera memendarkan pandangannya ke sepanjang penjuru rumahnya begitu ia berhasil membuka pintu kamarnya. Tak ada tanda-tanda keberadaan Jae Hyun. Langkahnya ia teruskan, menuju satu ruangan khusus yang biasanya selalu Jae Hyun pakai untuk berolahraga.

Dan, benar saja. Pria itu ada di sana, terlihat begitu gagah tanpa sehelai atasan pun sambil melakukan pull up di alat pull up barnya. Ji Na terkesima di ambang pintu, menikmati otot demi otot yang suaminya tunjukkan setiap kali pria itu mengangkat tubuh, bergelantungan ke atas pull up bar.

 Ji Na terkesima di ambang pintu, menikmati otot demi otot yang suaminya tunjukkan setiap kali pria itu mengangkat tubuh, bergelantungan ke atas pull up bar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Wah, tubuhnya benar-benar tidak main-main," puji Ji Na, sangat pelan, hampir di bawah napasnya.

Setelah melihatnya, Ji Na tak heran jika Jae Hyun tak pernah protes setiap kali ia menghabiskan malam untuk memeluk Ji Na selama apapun. Berpelukan saja tidak ada apa-apanya dibanding olahraga yang Jae Hyun lakukan setiap minggunya.

Merasakan suara desas-desus tak jelas dari arah punggungnya, Jae Hyun pun melompat dari pull up barnya lantas berbalik.

"Mwoya?" tanya Jae Hyun santai sambil merebut handuk yang tersampir di hanger dinding. Sejenak, ia biarkan Ji Na lebih lama memperhatikan tubuhnya sementara dirinya sibuk mengeringkan keringat dengan handuk kecilnya.

Merasa pertanyaannya tak segera dijawab, Jae Hyun mendadak mengulas senyum miring. Ia tau isi kepala istrinya sendiri. Rasanya menggelitik aneh, karena ia membiarkan Ji Na terpesona menatap tubuhnya.

"Apa? Kau menyukai pemandangan pagi ini?" Jae Hyun bergerak casual, menghampiri botol minum dan meneguk air mineralnya hinggal separuh habis. "Aku membiarkannya. Kau bisa menikmatinya sepuasnya selama kau masih jadi istriku."

Ji Na berdecak, lantas menghela napas panjang dari mulutnya. "Aku ingin mendebatnya, tapi tidak bisa."

Jae Hyun terkekeh geli mendengar respon polos istrinya. Ia lantas mengambil langkah mendekat. Bahkan, sampai kedua kakinya berhenti di hadapan Ji Na, wanita itu sama sekali belum mengalihkan pandangannya dari otot perutnya.

TWINS : My First and My LastWhere stories live. Discover now