Empat Puluh

107 10 2
                                    

Jae Hyun merasakan, Ji Na mulai berbeda. Senyum cantiknya tak muncul di depan Jae Hyun. Pagi ini, Jae Hyun harus melalui rutinitas paginya dengan menatap Ji Na secara sepihak. Wanita itu tak menggeser bola matanya sedikitpun ke arah Jae Hyun. Bahkan, saat ini, saat Ji Na sibuk memasangkan dasi di leher Jae Hyun. Sang Istri juga sibuk melengos. 

Pria itu pun tak berani menanyakan pertanyaan kebiasaannya; kau baik-baik saja? pada Ji Na. Karena Jae Hyun tau, Ji Na baik-baik saja. Meskipun ada luka yang menggores hati Istrinya, namun, perasaan itu tak dominan kelihatannya. Sang Istri lebih terlihat kepada tidak percaya diri daripada sakit hati. 

Jae Hyun tak bermaksud membuatnya tak percaya diri. Dengan segala berita yang Istrinya baca tentang Crystal, ia hanya tak menyangka bahwa hal itu memantik masalah di tengah mereka. 

“Huf,” Jae Hyun pun menghela napas, terdengar agak berat hingga membuat Ji Na melirik ke arahnya karena penasaran. 

“Dengar, Baby. Jangan buka artikel tentang aku lagi. Pun, kau membukanya dan membacanya. Tanyakan langsung padaku. Banyak artikel yang tidak benar ditulis di media.”

Ji Na terdiam. Titah dari Jae Hyun, juga cara pria itu memanggil ‘Baby’ yang terdengar sangat ia sengaja. 

“Mengerti?” Jae Hyun memastikan bahwa Ji Na mendengarnya. 

Ji Na masih diam. Berkutat dengan dasinya. 

“Babe,” Jae Hyun sengaja mengulang panggilan itu. 

“Jangan panggil aku begitu, Jeff~” Ji Na pun melayangkan protes. Ia tak suka, karena…ia merasa dicintai. 

“Kenapa? Aku ingin memanggilmu berdasarkan perasaanku,” Jae Hyun semakin terang-terangan tanpa peduli apapun. 

Ji Na berdeham. Meskipun dehamannya ia gunakan untuk menetralisir hawa panas yang menyerang pipinya karena malu. 

“Sudah,” ucap Ji Na begitu ia menyudahi tugasnya. 

“Aku berangkat,” Jae Hyun pun merebut tas dan kotak bekal yang disiapkan Ji Na, lantas berlalu tanpa basa-basi.

Percayalah, tindakannya berhasil membuat Ji Na mengernyitkan dahi. Bingung. Karena, hal itu sama sekali tidak sesuai dengan kebiasaan Suaminya. Tidak ada ciuman di keningnya. R..rasanya.. aneh.

Maka, ia membawa langkahnya menyusul Jae Hyun hingga ke ambang pintu. Memperhatikan punggung kekar Jae Hyun yang langsung memasuki mobilnya tanpa menoleh lagi ke arahnya. Jae Hyun seperti marah karena ditegur Ji Na perihal panggilan ‘Baby’nya. 

“Hati-hati menyetir⸺”

Baru akan meneriakkan pesan yang selalu Ji Na sampaikan setiap paginya. Ia segera menggantungkan kalimatnya begitu mendapati Jae Hyun kembali menuruni mobil dan menghampirinya. Pada setiap langkah yang Jae Hyun ambil saat menghampirinya berhasil membuat Ji Na berdebar grogi. 

CUP. 

Ciuman di kening yang tadinya tak Ji Na terima, akhirnya mendarat di keningnya detik itu. Jae Hyun merengkuh wajahnya, memberikan ciuman pamitan di kening Ji Na dengan cukup lama. 

“Balas pesanku setiap aku beri kabar kalau aku sudah sampai kantor,” tutur Jae Hyun dengan bibir mengerucut⸺yang amat menggemaskan jika Ji Na tidak berhasil menahan rasa gemasnya⸺. “Kau selalu memintaku memberi pesan kalau sudah sampai. Tapi, kau tidak pernah membalas pesannya.”

Ji Na salah tingkah. Entah apa maksud dan tujuan Jae Hyun, hari ini ia terlihat semakin menantangnya. Seolah, Jae Hyun membuka penghalang di antara mereka secara paksa. Dan, membuat Ji Na⸺berpikir⸺ia melihat sosok Jae Hyun yang mencintainya. Meskipun, tak mungkin. 

TWINS : My First and My LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang