Tiga Puluh Delapan

95 11 6
                                    

Siang tadi, Ji Na memutuskan untuk pulang alih-alih menemui Jae Hyun. Padahal, Ia tau Jae Hyun menunggu kedatangannya. Ia tau, Jae Hyun tak hanya sekedar memintanya untuk mengantarkan berkas penting itu. Karena, Jae Hyun langsung menelphonenya beberapa saat setelah Ji Na tiba di rumah. Dan, sampai saat ini, Ji Na tak kunjung merespon pesan ataupun telphone Jae Hyun. 

Ia menghabiskan waktu di ruang kerja Jae Hyun. Tepatnya di depan laptop Suaminya dan melanjutkan kegiatan yang sebelumnya tertunda : Mencari tau apapun mengenai Jae Hyun dan Crystal. 

Namun,

Semakin banyak Ji Na tenggelam pada cerita Jae Hyun dan Crystal, semakin Ia meyakini besarnya Jae Hyun menganggap Crystal penting untuknya. Terlebih lagi, Ji Na tau rasanya bahwa cinta pertama itu selalu punya tempat spesial di hati. 

Ji Na menghela napas panjang setelah beberapa jam berkutat begitu tegang di depan laptop. Wanita itu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Sementara, pandangannya ia geser pada kalender meja yang ada di meja tersebut. 

Ia sadar, waktu yang akan Ia dan Jae Hyun lalui semakin habis. Kehidupan pernikahannya sudah berada di ujung waktu kontrak. Hampir. Dan, rasanya begitu sesak saat Ia harus menghadapi kenyataan bahwa : Jae Hyun telah menemukan seseorang yang akan menggantikan posisinya sebagai seorang Istri segera setelah kontraknya habis. 

Ji Na tak tau, apakah ia harus percaya pada omongan semua orang mengenai dugaan perasaan Jae Hyun padanya? Mengenai, Jae Hyun tak akan menceraikan ia nanti?

*

Jae Hyun membuka dan menutup pintu rumahnya sambil memendarkan pandangannya ke sekitar dalam rumahnya. Kening pria itu berkerut, menautkan dua alis tebalnya. Ia mencari Istrinya, Ji Na mendadak tidak bisa dihubungi setelah mengantar berkasnya ke kantor tadi. Padahal, Jae Hyun berencana untuk mengajaknya makan siang dengan Soo Hwa dan Ten. Tapi, begitu Soo Hwa memberitaunya bahwa Ji Na pulang begitu saja setelah mengantar berkas, perasaan Jae Hyun jadi tidak enak. 

“Ji Na,” Jae Hyun agak berteriak sambil melepas sepatunya dan mengganti sendal rumah di foyer.

Detik setelahnya, Ji Na muncul. Ia menghampiri Jae Hyun dari arah ruang kerjanya.

Jae Hyun tersenyum, lega begitu Ia mendapati Ji Na sudah ada di rumah. Namun, senyum pria itu tak bertahan lama. Persis saat Ji Na tiba di hadapannya, membantunya melepaskan jas yang ia kenakan. Jae Hyun menyadari ekspresi wajah murung Istrinya⸺yang tak menyambutnya dengan senyum sama sekali, padahal biasanya Ji Na akan menyambut kepulangannya dengan cengiran lebar di bibirnya lengkap dengan suara cemprengnya. 

Jae Hyun tau, pasti ada yang tidak beres. 

Pria itu membiarkannya sejenak. Ia memilih untuk sibuk mengamati Ji Na⸺yang memilih untuk menyibukkan diri melepaskan simpul dasi hingga kancing kemeja Jae Hyun⸺yang tidak membalas tatapan Jae Hyun sama sekali. 

Maka, saat tangan Ji Na bergerak untuk melepaskan kemeja Jae Hyun, saat itulah tangan Jae Hyun bergerak merengkuh pinggang Ji Na. Menarik wanita itu mendekat. Sementara, tangan lainnya merengkuh wajah Ji Na untuk memaksa wanita itu menatapnya. 

“Ada apa dengan wajahmu? Kenapa cemberut?” tanya Jae Hyun serius. 

“Tidak ada,” Ji Na menjawab dengan nada ketus dan tanpa menatap Jae Hyun sama sekali.

“Hm?” Jae Hyun menuntut. Ia tak puas dengan jawaban yang seenaknya Ji Na utarakan sambil merengut.

“Tidak ada, Jeffrey~”

Jae Hyun diam. Mempertahankan ekspresi datar dengan tatapan tajam penuh telisiknya pada Ji Na. Meskipun, sejatinya ia menahan gemas luar biasa karena Ji Na merengek dengan gemas dalam pelukannya. 

TWINS : My First and My LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang