Tujuh Belas

82 10 0
                                    

Pernah merasakan kesepian meskipun di tengah keramaian?

Sendirian meskipun ada banyak orang berkeliaran di sekitarmu?

Jika pernah maka, begitulah kira-kira yang Ji Na rasakan selama beberapa minggu di rumah megah keluarga Jung ini.

Seluruh anggota keluarganya ada di rumah ini. Bahkan, kedua kakak laki-lakinya⸺Chan Sung dan Min Hyun⸺sudah tiba di rumah Keluarga Jung ini sejak beberapa jam yang lalu. Mengingat persiapan pernikahan Ji Na dan Jae Hyun ada di depan matanya, maka hampir seluruh keluarga ikut sibuk tanpa tau istirahat.

Bicara mengenai pernikahan, seharusnya menjadi hal yang sangat membahagiakan bagi Ji Na. Menikah pernah menjadi mimpi yang begitu diidamkan Ji Na dengan Yun Oh. Tapi, apa daya? Alam mengubah semua realita menjadikan mimpi itu sirna tanpa sempat Ji Na cicipi bersama Yun Oh.

Perasaannya jadi hampa. Sangat hambar. Ia hampir tak sanggup untuk berekspresi meskipun orang-orang di sekitarnya terlihat mulai terbiasa dengan keadaan pahit ini.

Contohnya Ludwig. Dari tempat Ji Na berdiri, di pertengahan susunan anak tangga rumah Keluarga Jung yang mengarah ke ruang tengah, ia bisa melihat dengan jelas raut wajah bahagia Sang Ayah saat mengobrol dengan Ho Won⸺Ayah Jae Hyun.

"Aku bahkan tak tau, apa itu ekspresi yang benar-benar bahagia atau tidak," gumam Ji Na sangat pelan dari balik napasnya. Ia mengomentari cara Ludwig bergurau dengan Ho Won di salah satu sofa di ruang tengah.

Kebahagiaan menjadi sesuatu yang sangat semu bagi Ji Na dalam beberapa waktu belakangan ini. Ruang di hatinya lebih sering ia isi dengan tangisan dan kekhawatiran yang mendalam. Ia tak tau, apa ia masih berhak merasakan bahagia?

"Ji Na," suara halus seorang wanita paruh baya membuyarkan lamunan Ji Na.

Ji Na menoleh, mendapati Ibu Jae Hyun⸺Im Min Jung⸺melambaikan tangannya sambil tersenyum hangat; meminta Ji Na turun.

Wanita itu pun menuruti perintah calon ibu mertuanya. Ia mengambil langkah pelan menghampiri Min Jung yang berada di ambang dapur.

"Eommoni," panggil Ji Na.

"Sudah menemui kakak-kakakmu, Nak?" Min Jung mengusap wajah Ji Na dengan menyingkirkan helaian rambut yang tak terikat dalam kuncir kudanya ke belakang telinganya.

Ji Na mengangguk. "Sudah, Eommoni. Mereka sedang beristirahat," wanita itu tersenyum. "Terima kasih sudah menampung keluargaku selama beberapa minggu ini, Eommoni."

Min Jung tersenyum lebar. Kedua tangannya pun memposisikan diri merengkuh wajah Ji Na. Wanita paruh baya itu menatap Ji Na dalam dan penuh perhatian dari kedua mata berkantung hitamnya.

"Aku pernah sangat berharap hal ini akan terjadi, Sayang. Menyatukan keluargaku dengan keluargamu atas dasar pernikahanmu bersama Yun Oh; itu adalah impian yang diracuni oleh Yun Oh dulu padaku." Senyum Min Jung memudar sedikit. "Meskipun, kau akan menjadi bagian dari keluargaku hanya dalam kurun waktu 2 tahun pernikahan kontrak dengan Jae Hyun. Tidak masalah, kan? Aku tetap bisa menjadi Ibumu sampai kapanpun."

Bola mata Ji Na basah. Kehangatan yang Min Jung tawarkan padanya benar-benar berhasil memancing air matanya. Namun, dalam beberapa detik, ia berhasil menariknya kembali tanpa meneteskan sedikitpun air mata ke pipinya.

"Ne, Eommoni," jawab Ji Na.

Min Jung segera berdeham. Menetralkan perasaannya yang mendadak gloomy malam itu.

"Aku buatkan Jaeyuk kesukaanmu dan Yun Oh. Bantu untuk antarkan ke meja makan, ya? Sementara, akan kupanggilkan kakak-kakakmu."

Min Jung memberi titah sambil mengusap pipi Ji Na sebelum ia beranjak pergi.

TWINS : My First and My LastWhere stories live. Discover now