Dua Puluh Delapan

87 9 2
                                    

Percaya atau tidak, berkat Ji Na merengek mengenai kesepian di rumah kemarin, hari ini Jae Hyun pulang lebih awal dari biasanya. Waktu masih menunjukkan pukul 6 sore dan Jae Hyun sudah ada di rumah, sibuk menata satu basket pop corn rasa caramel ke atas meja berjajar dengan satu botol wine paling mahal yang pernah ia beli. Bahkan, ia juga sudah membeli satu box besar pizza dengan banyak extra keju mozarella⸺kesukaan istrinya. Oh, intinya, mereka akan berpesta malam ini. 

Semua makanan sudah tertata rapih di atas meja ruang tengah rumahnya. Jae Hyun juga bahkan sudah menyiapkan satu film horor yang akan ia tonton bersama Ji Na malam ini. Tapi,⸺

“Ck! Dia berendam atau bagaimana? Kenapa lama sekali mandinya?”

⸺Ji Na tak kunjung muncul dan membuat Jae Hyun kesal setengah mati. 

Jae Hyun pun memutuskan untuk mengambil posisi duduk di sofanya sejenak sambil merebut beberapa butir pop corn caramel ke dalam mulutnya. 

Seumur hidupnya, ia pernah membayangkan sebuah kencan seintim ini. Sungguh. Berkencan hanya di rumah, menonton netfl*x atau film apapun yang ia dan pasangannya sukai, sambil memakan snack apapun yang tinggi kalori seperti yang tersuguh di hadapannya sekarang. Mengejutkan memang, karena, saat Ji Na ditanyai ingin jalan–jalan ke mana, wanita itu menjawab satu rentetan kalimat yang persis seperti keinginan berkencan Jae Hyun. 

Bukan ke mall.

Atau, aktivitas ke luar seperti arena bermain di Lotte. Jae Hyun menyukai aktivitas itu juga, tapi belakangan ini, benak dan jiwanya terlalu lelah bekerja. Jadi, rasanya, bermain di tempat seperti itu akan lebih cepat menguras energi Jae Hyun. 

Alih–alih aktivitas yang melelahkan seperti yang disebutkan di atas tadi, Ji Na justru menjawab,

“Aku cukup ingin kau ada di rumah. Kita beristirahat, santai, sambil menonton film.”

Jae Hyun menghela napas lega, lengkap dengan tarikan kedua sudut bibirnya ke atas. Ia lega karena istrinya bukan tipikal wanita yang materialistik. Wanita itu lebih mudah dibuat bahagia oleh hal sederhana. 

“Ck! Kuserobot masuk ke kamar mandi tau rasa dia! Lama!” gerutu Jae Hyun kesal, lantas memilih untuk membanting punggungnya ke sofa⸺yang telah diubah sedemikian apik menjadi semi tempat tidur⸺lantas menarik selimutnya; bersiap tidur. 

*

“Chansung Oppa dan Min Hyun Oppa datang ke Korea?” Ji Na membeo informasi yang baru saja disampaikan oleh Ludwig⸺Sang Ayah⸺melalui sambungan telephone internasional yang mereka lakukan. “Kenapa? Sepertinya tidak ada acara penting,” tanyanya sangat penasaran. 

Suara kekehan berat Ludwig terdengar dari seberang telephone. “Apa menemuimu harus punya acara penting sekarang, Sweetheart?”

Mendengar ledekkan Sang Ayah, Ji Na hanya bisa terkekeh malu sambil mengusap tengkuk belakangnya. “Bukan begitu, Ayah. Belakangan ini kalian kan sibuk sekali. ARDNT baru saja pulih, kupikir kalian akan datang ke Korea saat menjemputku pulang ke Berlin saja tahun depan.”

“Hm?” suara Ludwig mendadak terdengar serius. “Itu bukan berarti tanda bahwa kau ingin segera di jemput pulang, kan? Apa Jeffrey melakukan sesuatu yang buruk padamu?”

“Tidak, Ayah. Aku bahagia di sini,” Ji Na duduk di tepi ranjangnya sambil mengayun-ayunkan perlahan kedua kakinya yang menggantung. “Kami akan menonton film⸺Oh! Benar! Ayah kututup telphonenya, ya. Nanti kutelphone lagi.”

“Apa? Kenapa?”

“Jeffrey menungguku di depan. Kita akan nonton film. Dia bisa mengamuk nanti, hahaha… Bye, Dad!”⸺PIP.

TWINS : My First and My LastDonde viven las historias. Descúbrelo ahora