Empat Puluh Delapan

115 11 2
                                    

Ji Na menggeliat dari tidurnya. Ia agak tersentak begitu menyadari bahwa ia ketiduran di atas ranjang dengan sheet mask yang telah kering masih menutupi wajahnya. Wanita itu melepaskan sheet mask nya, lantas menoleh ke sisi ranjang dan ke arah jam di nakas secara bergantian. Waktu sudah menunjukkan waktu melewati tengah malam. Hampir pukul 2 pagi dan Suaminya belum ada di ranjangnya sama sekali. 

Wanita itu berdecak khawatir. Entah apa yang dihadapi Jae Hyun di kantor, tapi sepulang makan siang mereka tadi, Jae Hyun memang benar-benar langsung kembali bekerja. Saat pulang bahkan ia membawa berkas-berkasnya dan melanjutkan pekerjaannya di ruang kerjanya. 

Ji Na pun menuruni ranjangnya. Ia membuang sheet mask nya ke tempat sampah sembari melangkah keluar kamar menuju ruang kerja Jae Hyun. Dan, benar saja. Ruang kerja Jae Hyun masih terlihat terang benderang. 

CKLEK.⸺“Jeff,”

Ji Na langsung diam begitu ia mendapati Suaminya tertidur di ruang kerja. Dari ambang pintu, wanita itu menghela napas sejenak. Penilaian rekan kerja Jae Hyun tentang cara kerja pria itu benar. Ia⸺menurut Ji Na⸺terlalu bekerja keras. Entah, apa sebelumnya⸺saat Jae Hyun dan Ji Na masih terpisah kamar⸺Jae Hyun sering diam-diam tertidur di ruang kerja seperti ini?

Langkah Ji Na pun ia ambil dengan sangat perlahan. Ia tak ingin mengejutkan Jae Hyun. 

Wanita itu tiba di samping Jae Hyun. Posisi tidurnya sangat terlihat tak nyaman untuknya. Ia masih terduduk di kursinya dengan kepala yang ia sandarkan di atas lengan yang ia julurkan di atas meja. Bahkan, ia memakai tumpukkan berkas pekerjaannya sebagai alas bantalnya. 

“Jeff,” Ji Na mengusap perlahan kepala Suaminya. Berusaha membangunkan Jae Hyun dengan sehalus mungkin. 

Jemari wanita itu hinggap di permukaan wajah Jae Hyun. Ia menelusuri kelopak mata Suaminya yang terlihat begitu erat menempel satu sama lain. 

CUP.

Ji Na mendaratkan ciuman di pipi Jae Hyun. 

“Baby,” panggil Ji Na sekali lagi. 

“Hm?” Jae Hyun mengerjap. Ia membuka matanya dan tersenyum. “Hey,” panggilnya dengan suara serak. 

Ji Na menatapnya penuh kekhawatiran. “Kenapa tidak tidur di kamar?” tanyanya sambil mengusap pipi Jae Hyun. 

Jae Hyun beranjak duduk sambil merenggangkan otot-ototnya yang kaku. Pria itu menepuk pahanya, “Sini,” pintanya.

“Kau sedang lelah,” Ji Na menolak permintaan Jae Hyun yang ingin dirinya duduk di pangkuan Suaminya. 

“Itulah. Aku perlu mengisi daya,” Jae Hyun menepuk pahanya sekali lagi. “Duduk di sini.”

Ji Na pun menurut. Ia memposisikan diri, duduk menghadap Jae Hyun di atas pangkuannya. Kedua tangannya langsung bergerak memeluk Suaminya, membawa kepala Sang Suami menyandar di bahunya; sesuatu yang sangat Jae Hyun butuhkan. 

“Ya, begini,” gumam Jae Hyun puas sambil melingkarkan tangannya di pinggang Ji Na. 

“Apa ada masalah di kantor?” Ji Na mengusap kepala Jae Hyun. “Tadi siang kau terlihat masih baik-baik saja, Jeff.”

Jae Hyun tersenyum. “Aku baik, Babe. Hanya ada sesuatu yang harus aku selesaikan.”

Ji Na merenggangkan pelukannya. Ia menatap kedua manik mata Jae Hyun penuh telisik. Tangannya yang semula mengusap kepala Jae Hyun pun beralih dengan merengkuh kedua pipi Suaminya. 

“Sudah selesai?” tanya Ji Na khawatir. 

Jae Hyun memberikan satu ciuman di bibir Ji Na. “Sudah,” jawabnya sambil tersenyum.

TWINS : My First and My LastWhere stories live. Discover now