1 Upaya Letta

1K 93 10
                                        

"Boleh ya, Ma? Please, Ma, kan rame-rame," rayu Letta agar mamanya mengizinkannya untuk ikut pergi liburan bersama teman-temannya. Ujung Genteng Sukabumi, agak jauh memang, mungkin kalau hanya ke Bogor mamanya tidak akan berpikir Panjang untuk memberikan izin ke anak bungsunya itu.

"Hmmm ... kenapa jauh banget sih, Sayang? Nggak ke Bogor aja, pake villa kita yang di puncak deh, enak kan, kalian gak usah ngeluarin duit lagi buat nyewa villa."

"Emang ada pantai ya, Ma, di puncak?" jawab Letta asal sambil memajukan bibir.

"Dih anak ini, ya gak ada lah."

"Kita tu pengennya ke pantai, Ma .... Stop! Mama jangan ngusulin Ancol ya, Letta tau nih arah pikiran Mama." Letta beranjak, berjalan ke belakang kursi yang diduduki mamanya dan mengaitkan kedua tangannya ke leher sang mama. Mungkin omongan saja tidak cukup, siapa tahu dengan pelukan, mamanya akan luluh.

"Ya udah, nanti Mama coba ngomong ke Papa, kamu berdoa aja Papa ngizinin ya. Tapi selain izin dari Papa, ada syarat lain lagi."

"Apa, Ma? Pasti deh bakal aku lakuin."

"Ares ikut kan? Mama cuma bakal ngizinin kamu ikut kalo Ares juga ikut."

"Belom nanya sih, tapi gampang lah kalo urusan Ares, nanti aku bilang ke Ares ya, Ma, kalo mamaku tersayang cuma percaya sama Ares yang dingin, sedingin freezer." Senyum Letta merekah seketika. Kalau ia yang minta, tidak mungkin Ares akan menolak. Belasan tahun seperti itu.

Antares—yang biasa dipanggil Ares adalah anak sahabat mamanya semasa SMP. Karena seringnya intensitas pertemuan antara mamanya dan mama Ares, bisa dibilang Letta dan Ares sudah kenal dan main bersama sejak bayi. Sampai akhirnya mereka bisa sekolah di SMA yang sama, sekelas pula.

"Res ...."

"Lo pasti ada maunya deh," jawab Ares curiga. Untuk apa juga Letta masih pagi sudah senyum-senyum (sok) manis begitu.

Letta mengambil posisi duduk di bangku sebelah Ares yang masih kosong karena Yunis si empunya bangku belum datang. "Lo ikut ke Ujung Genteng kan?"

"Nggak."

"Hah! Kenapa?"

"Males ah, jauh."

"Lo gak pengen liburan? Kan enak, Res. Kita tu gak boleh nyia-nyiain waktu loh, Res. Kita udah kelas XII. Mumpung ini masih awal-awal. Ntar di pertengahan kita pasti pusing mikir ujian, mikir milih kampus. Ya kan?"

"Gue mau ke rumah Nenek."

"Beneran lo mau ke Bandung? Ada acara apa?"

"Nggak ada apa-apa, pengen aja."

"Reees, ke Ujung Genteng aja ya, nanti gue temenin deh minggu depannya lagi ke Bandung. Gimana? Lagian nenek lo pasti lebih seneng kalo gue ikut, kan gue rame, bikin nenek lo terhibur kan. Gak kayak cucunya yang cool kayak lo gitu."

"Minggir!" Tiba-tiba Ares beranjak dari kursi dan berharap cewek itu berdiri untuk memberikan jarak untuknya keluar.

"Lah mau ke mana? Belom kelar Res urusan kita."

"Kantin. Sarapan."

Menghembuskan napas dengan kasar, Letta pun kembali ke kursinya sendiri. "Tumben Ares nolak ajakan gue. Tenang Letta, masih ada lima hari buat maksa Ares ikut. Stay cool, ok," perintah Letta pada diri sendiri.

Tidak kenal menyerah, pulang sekolah Letta tergesa-gesa membereskan barang-barangnya dan menyusul Ares yang sudah berjalan duluan ke arah gerbang sekolah.

"Reees!" teriak Letta sambil mengejar Ares.

"Apaan sih?Nggak usah teriak-teriak lah." Meskipun mengomel, toh Ares berhenti juga menunggu Letta.

ALL I WANT IS YOUWhere stories live. Discover now