11 Perundungan

215 55 3
                                        

"Kak Vera, Letta mana ya?" Sudah beberapa hari ini Lulu selalu menghampiri kelas Letta untuk menghabiskan waktu istirahat bersama. Terkadang Letta ikut di satu meja bersama Lulu dan sahabatnya, pun begitu Lulu yang kadang ikut duduk satu meja bersama Letta dan sahabatnya. Pernah sekali waktu, dua kumpulan sahabat dari beda tingkat itu duduk bersama, namun rasanya sedikit canggung, jadi untuk sementara waktu mereka tidak ingin mengulangnya lagi.

"Loh, gue kira makan sama lo. Gue lagi nyalin tugas soalnya jadi gak ikut keluar. Renata lagi ke perpustakaan."

"Ya udah deh, aku whatsapp aja ntar. Balik ke kelas ya, Kak."

"Ok." Vera kembali fokus ke buku di depannya.

Sebelum mencapai pintu, Lulu berjalan ke arah Ares. Sebenarnya Lulu hampir tidak pernah bertegur sapa dengan Ares di sekolah. Karena itu, tidak banyak yang tahu kalau Ares dan Lulu bersaudara. Kala itu, mamanya pernah bertanya alasannya bersikap seperti itu di sekolah, dan jawaban Lulu adalah karena dia malas dimanfaatkan oleh cewek-cewek yang suka pada Ares. Dan di dalam hatinya masih ada satu jawaban lagi, dia takut tidak ada cowok yang berani mendekatinya gara-gara kakaknya yang singit.

Lulu mengetukkan jarinya di meja Ares untuk menarik perhatian Ares dari komik yang sedang dibacanya. "Mas, Letta ke mana?"

Ares bukannya menjawab, malah menggulung komik yang sedang dibacanya dan berusaha memukulkannya ke kepala adiknya yang iseng itu.

Beruntung Lulu mengetahui niat kakaknya dan berlari sambil terkekeh keluar dari kelas itu.

Lulu: Ta, di mana?

Tidak ada balasan dari Letta.

Lulu memutuskan pergi ke kantin untuk menyusul teman-temannya. Tiba-tiba perhatiannya teralihkan ke arah toilet yang berada tidak jauh dari kantin. Toilet itu jarang dipakai siswa karena kabar yang beredar menyebutkan kalau toilet itu angker. Jadilah toilet itu hanya digunakan oleh beberapa penjual di kantin. Anehnya siang itu terdengar suara orang bercakap-cakap, atau lebih tepatnya sedikit bentakan dari arah toilet. Lulu ingin mengabaikanya, tetapi entah setan apa yang mendorongnya, langkahnya tiba di balik pintu toilet. Lulu belum melihat siapa saja yang berada di sana karena pandangannya terhalang tembok bilik yang paling dekat dengan pintu masuk.

"Keluarga lo gak malu ya, nitipin lo ke rumah orang? Dipikir nggak repot kali ngurus anak orang. Lagian kan lo udah mau lulus SMA, masa gak berani ditinggal di rumah sendiri? Tujuan keluarga lo apa sih sebenernya? Buat morotin orang? Atau biar kalian bisa lebih deket?"

"Nggak usah berlebihan deh! Keluarga gue cuma nitipin gue sampe ujian kelar ya. Lagian keluarga gue sama dia emang udah deket dari dulu kali."

'Wait, Letta? Letta yang lagi di-bully?' batin Lulu. Dia melangkah maju agar bisa melihatnya. Sedetik kemudian Lulu menelepon Ares, tanpa peduli diangkat atau tidak, lantas memasukkan ponselnya ke saku dalam keadaan masih terhubung dengan kakaknya.

Lulu memberanikan diri menginterupsi mereka. "Ehem."

Beberapa orang yang ada di dalam toilet langsungmelihat ke arah Lulu, kemudian ke bagian lengan di mana terdapat badge yang menunjukkan tingkatan kelas, "Heh ngapain lo anak kelas dua? Pergi nggak lo?" Teriak salah satu dari mereka hendak berjalan ke arah Lulu.

"Lulu!" Letta memberi isyarat agar Lulu tidak ikut terlibat.

"Permisi ya, Kak." Lulu berlari ke depan Letta.

"Ngapain malah ke sini sih, Lu?" bisik Letta di telinga Lulu.

"Berani banget ya lo anak kelas dua ikut campur! Kelas dua berapalLo?" bentak seorang cewek sambil mendorong bahu Lulu. Sepertinya dia cewek yang tadi ngomel ke Letta, kalau ditilik dari suaranya.

Lulu terhuyung, tubuhnya bertumpu pada tubuh Letta yang berada di belakangnya, hingga punggung Letta terantuk handle pintu toilet yang ada di belakangnya karena berusaha menahan berat Lulu. Letta hanya meringis sebentar merasakan nyeri di punggungnya.

"Gini ya, keluargaku aja gak masalah Letta tinggal di rumah kita. Trus kenapa kalian marah-marah nggak jelas?" Lulu terlihat sangat muak dengan lima cewek yang ada di depannya. "Aku gak tau tujuan kalian apa. Tapi kalau tujuan kalian adalah Mas Ares, aku pastiin nggak ada satu pun dari kalian yang akan berhasil ngedeketin Mas Ares."

"Maksud lo apa?" Tampaknya di antara mereka tidak ada yang tahu kalau Lulu adalah adik Ares. Seorang cewek dengan rambut lurus sebahu yang berdiri di dekat Lulu hendak meraih rambut Lulu.

Letta yang melihat lebih dulu, menangkap tangannya, memelintirnya ke belakang, dan mendorongnya. Letta sedari tadi diam bukan karena tidak bisa melawan, sebagai pemegang sabuk hitam tae kwon do, menghadapi lima orang cewek seperti mereka adalah hal yang gampang. Letta hanya tidak ingin urusannya menjadi panjang, karena orang tuanya sedang ada di Jogja, maka kemungkinan besar yang akan berurusan dengan pihak sekolah kalau Letta sampai membuat babak belur anak orang adalah Tante Mira dan Om Dito—orang tua Ares dan Lulu.

Seminggu yang lalu, orang tua Letta berangkat ke Jogja untuk mengurus neneknya yang sedang sakit. Kakaknya, Arimbi, sedang mendapat penugasan ke Singapura selama dua bulan. Letta yang sedang mendekati masa ujian akhir, dititipkan orang tuanya ke keluarga Ares karena keluarga itulah yang paling dekat dengan mereka dan bisa mereka percaya.

***

Ares yang sedang membaca komik, tertegun ketika mendapat telepon dari adiknya. 'Ngapain sih ni bocah, kalau sampe godain gue lagi, awas aja. Bukannya dia belum lama pergi dari sini.' Meskipun Ares masih kesal dengan Lulu, tetap saja dia mengangkat teleponnya. Bayangan Lulu yang mengadu ke sang Mama lah yang mengganggunya.

"Kenapa, Lu?" Tidak ada jawaban di seberang telepon.

"Lu? Lulu?"

Bukan jawaban dari adiknya yang didapatnya, melainkan suara-suara bentakan dari seseorang. Ia mendengarkan dengan seksama sampai akhirnya ia tahu bahwa adiknya dan Letta sedang dirundung.

Meskipun tidak pernah memperlihatkan hubungan persaudaraan mereka di sekolah, bukan berarti Ares abai akan adiknya. Dia tahu pasti kebiasaan Lulu. Istirahat pertama, adiknya itu wajib pergi ke kantin. Karena itu Ares berlari ke arah kantin, pasti Lulu berada tidak jauh dari kantin.

Saat melewati toilet itu lah Ares mendengar samar-samar bentakan seseorng dari dalam. Ares mengepalkan tangan dan mengeraskan rahangnya. Ingin rasanya memberi pelajaran untuk lima cewek yang dilihatnya sedang merundung Lulu dan Letta.

"Gue sih nggak peduli tujuan kalian apa, tapi kalo kalian udah nyakitin orang yang gue sayang, kalian mesti berurusan juga sama gue."

Dengan santainya Ares menghampiri Letta dan Lulu yang terpojok ke dinding. "Masih ada yang mau diomongin?" Ares menatap tajam ke arah mereka satu per satu. "Lo bukannya sahabatnya Nindya?" Pandangan Ares berhenti ke seorang cewek yang posisinya paling depan, cewek yang sempat mendorong Lulu.

Tanpa berkata apa-apa, kelima cewek itu pergi begitu saja.

"Kalian nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa, Mas," jawab Lulu, sementara Letta hanya menggeleng.

---

Author's note:

Biasanya yang menguasai beladiri memang lebih bisa menahan diri. Nggak sembarangan karena tau konsekuensinya ketika dia nendang atau mukul misalnya. 

ALL I WANT IS YOUWhere stories live. Discover now