Letta terbangun akibat getaran ponsel yang diletakkannya di atas nakas. Karena kesadarannya yang belum utuh, Letta lantas mengangkat telepon itu tanpa melihat caller id si penelepon.
"Halo," sapanya dengan suara serak khas orang bangun tidur.
"Baru bangun?"
Seketika Letta dapat mengenali suara di seberang telepon dan kenyataan kembali menamparnya. Bagaimana cara dia mengatakan apa yang terjadi malam sebelumnya kepada Ares?
"Iya."
"Semalem udah tidur ya waktu aku telepon?"
"Sorry," jawab Letta singkat.
"Kamu kenapa, Sayang?"
Tiba-tiba Letta menangis tergugu.
"Eh, kenapa, Sayang? Kok nangis pagi-pagi?" Ares berusaha tenang meski sebenarnya ia gelisah setengah mati mendengar kekasihnya menangis.
"Aku nggak tau mesti cerita dari mana."
"Nggak apa-apa, pelan-pelan aja ceritanya." Tanpa Letta tahu, di saat yang bersamaan, Ares membuka aplikasi pemesanan tiket kereta agar dia bisa secepatnya kembali ke Jakarta.
"Papa, Mas."
"Kenapa Om Ardian?" Ares menjadi semakin khawatir.
"Papa jodohin Aku sama Mas Ezra."
Ares terdiam, kode booking tiket kereta sudah di tangannya. "Aku ke sana ya. Kita jelasin ke papamu."
Letta kembali terisak. "Aku mesti gimana?"
"Ini bukan cuma masalah kamu. Ini masalah kita berdua. Jadi, kita hadapi bareng ya."
Masih belum terdengar jawaban dari Letta.
"Aku naik kereta jam sembilan, semoga sekitar jam satu udah sampe rumahmu."
"Tapi kan kamu ada acara keluarga di sana."
"Nanti aku bilang ke Ayah sama Mama. Mereka pasti bisa ngerti kok. Kamu sarapan dulu gih."
"Nggak mau, nggak mau keluar, nggak mau ketemu Papa."
"Ta, untuk berjuang juga butuh energi loh. Kan nggak lucu lagi berjuang terus pingsan."
"Kamu kok masih bisa bercanda sih?" omel Letta dengan kesal.
"Aku nggak bercanda, Sayang. Emang aku nyuruh kamu buat sarapan sekarang."
"Iya, ya udah ini aku keluar. Tapi nanti kalo Papa ngungkit masalah perjodohan, aku bakal ngurung diri lagi di kamar."
"Iya, iya. Udah, jangan nangis lagi."
Letta beranjak menuju ruang makan setelah mematikan sambungan telepon dari Ares. Mama dan papanya sudah ada di ruang makan dan memulai santap pagi. Letta duduk di tempat biasa tanpa bersuara.
"Ta, makannya dikit banget," tegur mamanya kala melihat Letta hanya mengambil sedikit nasi goreng ke atas piringnya.
"Nggak laper, Ma."
Aulia melirik kesal kepada suaminya yang terlihat tidak peduli dengan keadaan anaknya.
Mereka menghabiskan sarapan dengan tenang, tidak ada lagi pembicaraan mengenai perjodohan.
"Letta balik ke kamar ya, Ma." Letta lantas pergi dari meja makan karena sedang tidak ingin bicara dengan papanya.
"Ma, Letta marah sama Papa ya?" tanya Ardian kepada istrinya.
"Ya menurut Papa aja. Papa pikir sekarang masih zaman Siti Nurbaya apa. Jangan maksa anak buat nurutin mau Papa deh." Aulia ikut pergi meninggalkan suaminya yang masih berkutat dengan kopi hitam dan ponselnya untuk membaca berita online.

YOU ARE READING
ALL I WANT IS YOU
RomanceKata orang, tidak mungkin ada persahabatan tanpa rasa cinta di antara laki-laki dan perempuan. Mungkin itu benar. Nyatanya Antares Cakrawangsa tiba-tiba saja jatuh cinta pada sahabatnya sejak bayi. Orang bilang, long distance relationship itu tidakl...