76 Kamu Sudah Tidak Perlu Restu

107 29 3
                                        

"Sekarang tinggal Mas Ezra, mau nggak nerima aku yang ... perasaannya masih untuk orang lain."

"It's ok, Ta, pelan-pelan aja."

"Hah, maksudnya gimana? Mas Ezra mau nerima perjodohan ini apa nggak?"

"Dari awal kan aku bilang, aku nggak bisa nolak kemauan Ayah."

Ezra sadar, tidak akan mudah menumbuhkan cinta di hati Letta untuknya. Tapi wanita di depannya ini—wanita yang menarik perhatiannya sejak pertama kali bertemu—menyatakan akan menerima perjodohan dengannya. Bolehkah ia egois kali ini?

"Tapi kan Mas Ezra nggak suka sama aku?" Kebiasaan Letta adalah menumpahkan semua yang ada di otaknya ketika ia sedang kacau.

"Siapa bilang?" Ezra menyahut sambil bersedekap.

"Oh iya deng, Mas Ezra suka sama aku, soalnya bisa masak, bisa disuruh-suruh di kantor."

Ezra yang semula menegang karena berpikir Letta tahu perasaannya, tiba-tiba tergelak. "Ups, sorry sorry, nggak sopan ya ngakak di depan orang yang lagi patah hati," sela Ezra begitu melihat wajah Letta yang cemberut.

"Ledek aja terus," jawab Letta sewot.

***

"Bapak ini kenapa ngeyel banget ya, udah berkali-kali ditolak loh. Nggak dibolehin masuk sama Pak Bos," ujar security—yang dipekerjakan Ardian—sambil menggeleng-gelengkan kepala, tidak habis pikir dengan anak muda jaman sekarang.

"Sekali ini aja ,Pak. Tolong bilangin ke Om Ardian, ada yang perlu saya omongin."

"Ada apa, Pak Asep?"

Ares melongokkan kepalanya ke sela-sela pagar, agar wanita yang baru saja bersuara itu bisa melihatnya.

"Ini Ares, Tan."

"Astaga!" Dengan tergopoh Aulia berjalan menuju pagar. "Kenapa nggak dibiarin masuk, Pak?" tanya Aulia sambil memberikan kode untuk membuka kunci pagar.

"Nggak dibolehin sama Bapak, Bu. Udah dipesenin sama Bapak, kalau Pak Ares nggak dibolehin masuk ke dalam."

Aulia menggeram, berusaha menahan kemarahannya kepada suaminya. "Biarin dia masuk, Pak. Saya yang tanggung jawab kalo Bapak marah."

"Makasih, Tan." Ares mencium tangan Aulia seperti biasanya.

"Maafin Om ya, Res. Mentang-mentang kemaren Tante ke Jogja, bikin aturan aneh-aneh."

"Kondisi Om gimana, Tan?"

"Udah baikan kok, udah beberapa hari kan pulang dari rumah sakit."

"Kalau Ares mau ngomong sama Om, kira-kira bakal ngaruh ke kesehatan Om nggak, Tan?"

"Kamu mau ngomongin apa memangnya? Selama nggak bikin emosinya naik sih nggak apa-apa."

"Terakhir kali, Tan, Ares pengen minta restu dari Om, kalo memang Om nggak ngasih restu—" Ares menghentikan kalimatnya, karena memang tidak terbayang di otaknya apa yang akan ia lakukan kalau tidak juga mendapatkan restu.

Melihat kondisi Ares yang berantakan, Aulia mengusap punggung Ares. Aulia menyayangi Ares seperti anaknya sendiri, kondisi Ares yang seperti orang mati segan hidup tak mau membuat hatinya ikut terluka. "Ayo masuk, Tante bantu ngomong. Tante panggilin Letta dulu ya."

Ares menarik tangan wanita paruh baya itu untuk menghentikannya. "Nggak usah, Tan. Ares mau ngomong sama Om aja."

"Loh kenapa?"

"Letta ... kemaren minta putus, Tan."

Aulia membulatkan matanya, tidak pernah disangka anak bungsunya akan melakukan hal seperti itu. 'Apa karena papanya masuk rumah sakit kemaren?' batin Aulia.

ALL I WANT IS YOUWhere stories live. Discover now