82 Terjebak Badai

100 24 2
                                        


"Ta, Ares hari ini katanya udah boleh pulang dari rumah sakit." Dian menyampaikan kabar yang baru saja didapatkannya dari Arya.

"Oh, syukur deh. Nggak usah dilaporin ke aku juga kali, Di," balas Letta sambil melirik Dian.

"In case kamu khawatir." Dian terkekeh. "Kenapa? Kok bengong?" Dian menatap bingung ke arah Letta yang terdiam sebelum memasuki Museum Kata.

"Aku suka banget sama buku-bukunya Andrea Hirata, deg-degan mau masuk museum, aku biasanya emang jadi panas dingin gini kalo berhadapan sama sesuatu yang aku suka."

"Pas sama Ares juga panas dingin?"

"Diiii, astaga, ini aku ke sini biar bisa move on loh. Malah diingetin terus."

Dian memang sahabat Ares dan belum lama Letta kenal, tapi karena pembawaannya yang santai, Letta sama sekali tidak merasa canggung bersama Dian.

Keberadaan Dian sendiri sangat membantu Letta untuk mengurangi intensitasnya menangis. Hari kedua mereka bersama, ketika keduanya sedang menikmati indahnya sunset di cafe belakang hotel, Dian sempat bertanya, "Aku nggak ganggu kamu? Aku bisa kok pergi kalo kamu pengen sendiri. Ares biar aku yang urus, kalo itu yang kamu khawatirkan."

"Udah cukup sendiriannya di Bangka kemarene. Aku nggak masalah kok ada kamu, asal kamu nggak keseringan lapor ke Ares, dia juga kan perlu move on, Di."

Dian mengikuti kemauan Letta untuk membuatnya nyaman. Tapi memang terkadang Dian kelepasan menggoda Letta, atau kadang meledek Ares via sambungan telepon di depan Letta.

***

"Hari ini kita ke mana, Ta?" Dian memang sudah menyerahkan sepenuhnya jadwal kegiatan mereka kepada Letta.

"Ke Pulau Lengkuas ya, snorkeling kita." Senyuman mengembang di wajah Letta.

"Ajarin ya, gue belom pernah snorkeling soalnya. Bisa renang sih, tapi nggak jago-jago amat."

"Iya, gampang kok."

Keduanya menyewa sebuah kapal. Pulau Lengkuas adalah tujuan terakhir mereka hari itu setelah berhenti di beberapa pulau dan snorkeling di beberapa spot. Seperti layaknya wisatawan lain, mereka berkeliling pulau dan mengambil beberapa foto untuk dijadikan kenang-kenangan.

Hingga dalam waktu sekejap kondisi langit berubah mengerikan. Awan hitam mulai menyelimuti perairan di sekitar pulau. Melihat kondisi itu, beberapa kapal meminta rombongan wisatawan yang mereka bawa untuk segera pergi meninggalkan pulau. Pun begitu dengan Pak Sobri yang menjadi guide sekaligus nahkoda kapal langsung mengajak mereka untuk kembali ke kapal.

Kapal pun mulai dijalankan bersamaan dengan beberapa kapal lainnya. Baru sekitar lima menit kapal mereka berjalan, jarak pandang menjadi sangat terbatas. Hanya dua warna yang bisa terlihat, biru tua untuk warna laut dan hitam untuk langit.

Letta dan Dian saling bertatapan, lalu dengan refleks langsung mengambil baju pelampung yang ada di bawah kursi kapal.

"Ta—" Dian tidak sanggup melanjutkan kalimatnya.

"Doa aja ya. Percayain sama Pak Sobri," ucap Letta berusaha menenangkan walau ia sendiri dilanda ketakutan.

Bukan hanya langit yang tidak bersahabat, kini laut pun semakin tidak bersahabat, kapal yang semula tenang tiba-tiba bergoyang dengan kuat akibat terhempas ombak.

Dian mengambil ponsel dari dalam sling bag yang dibawanya. Ia ingin memberi kabar kepada orang tuanya, tapi bukankah hal itu justru akan membuat kedua orang tuanya panik? Akhirnya ia memutuskan mengirim pesan kepada Ares, orang yang beberapa hari lalu mengemis-ngemis padanya agar berangkat ke Belitung dan kini menyebabkan dia terjebak badai di tengah laut.

ALL I WANT IS YOUWhere stories live. Discover now