Letta mengumpat sejadi-jadinya dalam hati. 'What? Dia beneran keluar, nganterin itu cewek. Ninggalin aku sendirian, padahal lagi nggak ada orang tuaku.'
Demi mengurangi kekesalannya, Letta berjalan menelusuri selasar rumah sakit, hingga ia tiba di sebuah taman yang masih asri. Ia duduk di kursi taman seorang diri, memperhatikan anak kecil di kursi lain yang sedang memainkan bonekanya.
"Kok nggak bilang kalo mau keluar?"
Suara lelaki itu kembali menariknya kembali ke dalam kenyataan.
Letta menatap Ares yang berjongkok di depannya tanpa rasa bersalah. "Cepet banget nganternya?"
"Iya, kan cuma nganter nyari taksi aja," jawab Ares sambil mengulum senyum.
"Kirain nganter ke rumah."
"Jauh, Sayang. Rumah dia di Kebayoran. Nanti kamu nggak ada temennya."
"Oh jadi udah main ke rumahnya juga." Letta mengucapkannya dengan nada datar yang terkesan dibuat-buat. Ares tau pasti saat ini Letta tengah terbakar cemburu.
"Iya. Kenapa? Kamu nggak suka dia? Atau cemburu?"
"Loh emang aku boleh cemburu? Emang kita udah balikan?"
Akhirnya Ares tidak kuat lagi menahan tawanya. "Nadia keponakanku, Sayang."
"Hah?" Letta menatap Ares yang kini sudah berpindah duduk di sampingnya dengan tatapan penasaran.
"Kamu tau kan ayahku itu delapan bersaudara. Nah Nadia itu cucu dari kakak pertama ayah. Bayangin aja, ayah sama kakaknya yang pertama ini aja bedanya delapan belas tahun. Jarak umurku sama beberapa cucu dari kakak pertama sampe ketiga ayah nggak terlalu jauh. Kayak aku sama Nadia cuma beda empat tahunan."
"Tunggu, aku bingung." Letta mengerutkan kening.
"Susah jelasinnya, kamu jadi anggota keluargaku dulu aja biar gampang, gimana?"
Letta memukul lengan Ares bertubi-tubi. "Kenapa nggak cerita dari kemaren?"
"Seneng aja lihat kamu cemburu," jawab Ares sambil terbahak.
"Jahat ih. Arya juga ngapain sih upload-upload foto kalian melulu ke grup wa?"
"Nah kalo itu nggak tau, aku juga kesel banget, sampe pernah nggak jadi makan siang sama dia saking keselnya."
Ares melirik Letta beberapa kali, menunggu wanita itu meredakan emosinya.
"Ta, I love you too."
"Hah?" Seketika jantung Letta berdebar dan wajahnya merona merah, sudah lama rasanya ia tidak merasakan debaran seperti itu.
"Balasanku buat pernyataanmu sebelum operasi."
"Ooh."
"Kok oh doang sih."
Letta memalingkan wajahnya dari Ares.
"Kenapa sih? Hadap sini dong."
"Maluuu," jawab Letta lirih.
Ares meraih dagu Letta untuk membawanya kembali saling berhadapan. "Kamu belum cerita sisanya yang mau kamu sampein sebelum operasi loh."
"Hmm ... lupain aja deh, cuma curhat orang galau aja."
"Aku mau denger, kan udah lama kamu nggak curhat ke aku."
"Aku cuma mau bilang—" Letta mengatur napasnya sesaat. "Maaf, aku sempet mikir kalo aku bisa tanpa kamu. Aku berusaha kuat. Tapi semua dinding pertahananku runtuh waktu aku lihat kamu jalan sama cewek lain. Apa yang udah aku tata pelan-pelan semuanya runtuh gitu aja. Tapi kayaknya itu yang bikin aku sadar kalo aku nggak siap lihat kamu sama orang lain."

YOU ARE READING
ALL I WANT IS YOU
RomanceKata orang, tidak mungkin ada persahabatan tanpa rasa cinta di antara laki-laki dan perempuan. Mungkin itu benar. Nyatanya Antares Cakrawangsa tiba-tiba saja jatuh cinta pada sahabatnya sejak bayi. Orang bilang, long distance relationship itu tidakl...