Ares berlari ke samping sofa di sudut, ada celah sedikit antara sofa dan rak buku. Sebisa mungkin Ares menekuk tubuhnya agar tidak terlihat.
"Bentar, Tante." Letta berlari ke arah pintu. Memastikan Ares dalam posisi aman, lalu membukanya. "Iya, Tan?" Letta bertahan di depan pintu agar Tante Mira tidak masuk dan memergoki anaknya berkunjung ke kamar seorang gadis.
"Tante cuma mau mastiin lagi, bener kaki kamu udah nggak sakit? Besok sekolah?"
"Iya, Tan. Udah nggak sakit, bekasnya juga nggak ada kok. Jadi besok bisa sekolah."
"Ya udah kalau gitu. Kamu nggak tidur di kamar Lulu?"
"Udah malem, Tan. Takut Lulu udah tidur, nanti malah kebangun."
"Ya udah, kalo gitu kamu istirahat ya."
"Iya, Tante."
Letta menutup pintu dengan perasaan lega. Walaupun dia dan Ares tidak melakukan hal yang aneh-aneh, namun tetap saja keberadaan Ares di kamarnya malam-malam saat semua penghuni rumah sudah kembali ke peraduan masing-masing adalah sebuah kesalahan.
Letta berjalan ke arah sofa. "Udah, Res. Balik sana! Lagian aneh-aneh sih ke kamar cewek malem malem."
"Tunggu bentar ya. Takut Mama masih di luar."
Letta duduk di sofa mengikuti Ares yang sudah duduk terlebih dahulu.
Hening.
"Res."
Mendengar panggilan dari Letta, Ares menghadap ke arah Letta dan menatapnya dengan serius.
"Bisa nggak sih kamu nggak ngacak-ngacak perasaanku?"
Karena tidak mendengar jawaban dari Ares, Letta memiringkan tubuhnya hingga keduanya kini benar-benar berhadapan.
"Kayaknya susah deh, Ta. Kamu yang duluan ngacak-ngacak perasaanku soalnya." Ares sempat terdiam sesaat, sebelum melanjutkan ucapannya, "Aku nggak tau bakal berakhir kayak apa hubungan kita, Ta. Aku tau yang kita pertaruhkan bukan cuma hubungan kita berdua, tapi juga keluarga kita. Aku tau kamu punya ketakutan itu, dan ... yaaa aku juga punya ketakutan yang sama, Ta."
Ganti Letta yang terdiam dengan debaran jantung yang menggila. Bahkan debaran jantungnya dua kali atau tiga kali lebih kencang dibanding saat Bagas mengutarakan perasaannya di pinggir pantai.
"Tapi untuk kali ini aku pengen egois. Aku sayang sama kamu, Ta. Bukan sebagai sahabat. Bukan karena keluarga kita udah deket dari lama." Ares mengusap lembut pucuk kepala Letta. "Kamu?"
"Hah?" Letta sesungguhnya tidak siap mendapat pertanyaan ini dari Ares. "Aku takut, Res," jawabnya sambikl menunduk. "Aku harus gimana kalau nanti kamu ninggalin aku lagi kayak kemaren-kemaren? Nggak bisa ya kita sahabatan aja kayak sebelumnya, tapi kamu tetep ada di sampingku?"
"Tapi aku nggak bisa lihat kamu sama cowok lain, Ta. Aku juga takut. Takut nyakitin kamu. Takut nyakitin Mama. Takut nyakitin keluarga kita." Ares mengehembuskan napas dengan kasar. "Nggak tau deh, pokoknya aku mau kamu."
Letta mendengus, "Selalu ya. Antares dan segala kemauannya yang harus dituruti."
"Aku nggak bakal maksa kamu. Tapi boleh ya ke depannya aku memperlakukan kamu sebagai cewek yang aku sayang?"
"Boleh nggak yaaa?"
Ares mencubit pipi Letta karena kesal pernyataan seriusnya ditanggapi dengan bercanda.
Melihat Letta terkekeh geli, membuat Ares semakin geram. "Letta, aku serius." Untuk menarik perhatian Letta, Ares menangkupkan kedua tangannya di pipi Letta.

YOU ARE READING
ALL I WANT IS YOU
RomanceKata orang, tidak mungkin ada persahabatan tanpa rasa cinta di antara laki-laki dan perempuan. Mungkin itu benar. Nyatanya Antares Cakrawangsa tiba-tiba saja jatuh cinta pada sahabatnya sejak bayi. Orang bilang, long distance relationship itu tidakl...