58 Menyembunyikan Hubungan

151 35 4
                                        


"Tegang banget?" Ares melirik Letta sekilas saat mobilnya memasuki perumahan yang dulu sering dikunjunginya.

"Iya ih. Kangen banget aku sama rumah ini."

"Kamu tau nggak, Ta, dulu aku sering lewat rumahmu kalo lagi kangen kamu."

"Kalo kangen tuh nelpon, whatsapp, video call, dateng ke Jogja. Ya ngapain lewat rumahku."

"Maaf."

"Trus abis kamu lewat rumahku, kangennya ilang?"

"Nggak." Ares terkekeh. "Malah makin menjadi. Apalagi kalo inget perpisahan kita di kamarmu."

"Apaan siiih, kenapa nginget-nginget yang itu coba." Wajah Letta mendadak bersemu merah.

"Yang itu apa?" goda Ares.

"Nggak tau ah," jawab Letta jutek.

"Our second kiss, sebelum kita berpisah. Kamu sambil nangis—"

"Mas, udah ih," potong Letta yang mulai tersipu.

"Jangan cemberut gitu dong, udah nyampe ni. Yuk kita liat dulu kondisinya. Abis itu baru aku atur sisanya."

Ares melangkahkan kaki, membimbing Letta dengan genggaman tangannya.

Rumah itu, saksi masa kecil Rimbi dan Letta, saksi bagaimana mereka tumbuh besar, pun jadi saksi bagaimana hubungan keluarga Letta dan keluarga Ares terjalin.

Letta membuka pintu rumah itu dengan kunci yang masih dimilikinya. Tidak banyak perubahan, hanya beberapa furnitur sudah tampak usang atau bahkan rusak. Ditambah lagi dinding rumah yang memang harus dicat ulang.

Ares ikut meneliti setiap sudutnya. Sebagai orang yang sudah tak terhitung lagi berapa kali berkunjung ke rumah Letta, tentu saja dia hampir hapal semua bagian rumah itu, kecuali area-area privasi seperti kamar orang tua Letta dan kamar Rimbi. Kalau kamar Letta ... tentu saja Ares masih mengingatnya. Bahkan detail kejadian saat mereka saling berucap kata pisah pun Ares masih mengingatnya dengan jelas.

Setelah melihat kondisi ruangan yang ada di lantai 1, Letta langsung menuju kamarnya di lantai 2 karena rasa penasaran sudah membuncah di dadanya.

Letta membuka kamarnya dengan deg-degan. "Waw, yang nempatin kamar ini pasti orangnya rapi. Lihat deh, nggak banyak yang berubah dan kondisinya masih bagus." Letta menarik tangan Ares untuk masuk ke dalam kamarnya dulu.

"Tapi Mbak Rimbi minta diganti kan buat semua yang bersifat personal. Termasuk kasur dong berarti."

"Iya sih, banyak gaya emang Mbak Rimbi." Letta terkekeh.

"Menurutku juga gitu sih, Ta. Nanti kita ganti aja semua kasurnya, sama sofa juga udah perlu ganti deh." Ares menarik Letta untuk duduk di foot bench.

"Yah risiko nyewain full furnished ya."

"Iya." Ares lantas melingkarkan tangannya di perut ramping Letta. "Dan ini risiko karena kamu narik aku masuk kamarmu." Ares mengecup kening Letta, lama.

Kecupan itu turun ke kedua mata, pipi, kemudian bibir Letta.

"Kamu tu suka banget nyuri kesempatan," omel Letta setelah Ares melepaskan lumatannya.

"Kamu keberatan?" tanya Ares resah.

"Anehnya nggak."

Keduanya lantas terkekeh sampai dering ponsel Letta berbunyi dan berhasil mengganggu kemesraan mereka.

"Halo, Mbak."

"Kamu udah nyampe di rumah Bintaro?"

"Udah."

ALL I WANT IS YOUWhere stories live. Discover now