6 Aneh

230 51 3
                                        


"Kalau gitu, boleh gue deketin lo, Ta? Gue sebenernya udah lama suka sama lo, tapi ya gitu, gue nggak berani nunjukin perasaan gue. Gue pengecut ya, Ta? Sekarang gue mau nunjukin dan buktiin perasaan gue ke lo, Ta."

Letta masih terdiam. Meskipun dia tidak punya perasaan apa pun ke Bagas, tetap saja jantungnya berdegup kencang dalam situasi seperti ini.

"Gue nggak lagi nembak lo sekarang. Gue lagi minta izin. Nanti kalau udah waktunya ya, Ta, kalo gue udah bisa bikin lo yakin sama gue," tambah Bagas.

Ares yang sudah sejak tadi menahan amarah, pergi begitu saja, tidak sanggup lagi mendengar percakapan mereka.

"Balik yuk, takut lo masuk angin. Lo kan nggak pake jaket. Apa mau gue peluk biar anget?"

"Wow wow, kenceng bener nunjukin perasaannya, Gas."

Bagas tergelak, mengulurkan tangan ke Letta agar bisa menjadi penopang Letta untuk berdiri. Tiba di jalan masuk penginapan, Letta sempat melihat Ares yang duduk di teras, dengan ekspresi yang tidak bisa terbaca. Melihat Letta sudah kembali dengan Bagas, Ares langsung masuk ke dalam tanpa mengacuhkan mereka, mencari posisi tidur dan berusaha memejamkan mata, walau tentu saja hampir tidak bisa. Terlalu banyak yang berkecamuk di pikirannya, semua tentang Letta.

Jam enam pagi, Ares sudah berkutat di dapur seorang diri. Meskipun hanya masak mie instant, tapi ini untuk empat belas orang, ditambah lagi enam dari mereka ingin mie rebus, sisanya mie goreng. Benar-benar merepotkan. Dilihatnya kerdus berisikan mie instant, ada sepuluh bungkus mie rebus dan sepuluh bungkus mie goreng. Ares memutuskan memasak semuanya, mengingat mereka masih masa pertumbuhan. Ia toh yakin mereka akan sanggup menghabiskannya.

Selagi mengira-ngira berapa air yang harus dimasukkan ke panci, tanpa disadari Ares, ada seseorang yang datang menghampirinya. "Mau dibantuin, Res?" tanya Letta.

"Nggak usah."

"Lagian kenapa semalem nggak dijawab aja sih, Res? Daripada mesti bangun pagi-pagi, masak sebanyak ini. Ngeribetin diri sendiri."

"Ya karena gue nggak bisa jawab." Emosi Ares kembali tersulut.

Letta masih berusaha mencerna maksud perkataaan Ares, sampai tiba-tiba sebuah tepukan mendarat di pundaknya. "Udah bangun, Ta?"

"Eh Gas, iya udah dari tadi." Entah kenapa Letta jadi salah tingkah kalau ada Bagas.

"Jalan-jalan yuk," ajak Bagas.

"Beneran lo nggak butuh bantuan Res?"

Tidak terdengar jawaban dari Ares. "Ya udah gue jalan-jalan dulu ya." Letta beranjak pergi meninggalkan Ares yang emosinya sedang membara.

Ares sama sekali tidak berbicara dengan Letta sejak menolak tawaran Letta untuk membantunya memasak. Pun begitu ketika memasuki bus dalam perjalanan pulang mereka, Ares langsung mencari partner duduk, selain Letta tentunya.

Letta yang baru memasuki bus agak akhir, cukup kecewa melihat Ares yang duduk berdua dengan temannya yang lain. Letta pikir mereka bisa membicarakan kelakuan Ares yang aneh belakangan ini. Tiba-tiba ingin Letta menjauh, tiba-tiba bersikap cheesy dengan menggandeng tangannya, tiba-tiba mendiamkannya. Letta benar-benar merasa frustasi dengan sikap Ares yang mirip cewek sedang PMS.

"Ren, duduk sama siapa?" tanya Letta ke Renata yang masih tampak sendiri.

"Gue sih bisa sama siapa aja, Ta. Lo mau duduk sebelah gue?" Letta hanya mengangguk. "Tapi gue nggak mau peluk lo semaleman, Ta."

'Sialan ni bocah! Nggak difilter dulu kalo ngomong,' batin Letta geram sambil membekap mulut Renata, dan mengambil posisi di sebelah Renata.

Di tengah perjalanan, Raga meminta supir bus untuk berhenti di daerah yang banyak menjual oleh-oleh. Mengingat tidak semua temannya bisa ikut, setidaknya mereka bisa membawakan oleh-oleh buat yang tidak ikut.

ALL I WANT IS YOUOnde histórias criam vida. Descubra agora