136 Calon Bapak Baru

94 24 1
                                        


Ares mengecupi punggung tangan Letta yang duduk di depannya tanpa peduli keadaan sekitar.

Letta mengedarkan pandangan ke sekeliling, menatap tidak enak kepada orang-orang yang menatap mereka dengan pandangan ... yang Letta sendiri tidak tahu artinya, mungkin iri, risih, geli, atau bahkan jijik.

"Maaas, ini di kantin rumah sakit loh. Banyak yang ngelihatin."

"Nggak apa-apa, nggak kenal ini," jawab Ares cuek dan masih melanjutkan apa yang dilakukannya.

Letta hanya bisa menggeleng sambil berharap supir kantor yang diminta Ares menjemput mereka segera tiba.

Setengah jam kemudian, supir yang mereka nanti telah tiba di lobby rumah sakit.

"Pelan-pelan aja jalannya, Sayang."

"Ini pelan, Mas. Ini senormalnya aku jalan," ucap Letta sambil menahan kesal.

"Ya ... lebih dipelanin lagi."

"Sekalian aja gendong aku biar kamu nggak ketakutan gitu."

"Mau? Aku sih nggak keberatan."

Letta bergelayut di lengan Ares demi menghentikan tingkah suaminya. "Udah yuk, jangan berlebihan. Yang berlebihan itu nggak baik."

"Sayang."

'Duh, apa lagi?' batin Letta.

"Sepatunya juga besok jangan pake yang ada heels-nya ya. Ya meskipun itu nggak terlalu tinggi, apa namanya? Kitten heels ya? Tapi pilih yang flat aja ya. Apa kita mampir ke mall dulu?"

Ok, kali ini Letta setuju, mulai besok ia akan mengenakan sepatu flat saja. "Nggak usah, aku ada beberapa sepatu flat kok, Mas."

Dengan hati-hati, Ares membukakan pintu mobil untuk Letta, baru kemudian ia masuk ke sisi kursi penumpang di sebelah istrinya. Keduanya sepakat untuk langsung pulang ke rumah daripada harus kembali ke kantor masing-masing.

"Sayang."

'Apa lagi nih?' Karena sikap aneh Ares sejak beberapa jam lalu, Letta menjadi was-was setiap Ares memanggilnya.

"Kita kayaknya perlu beli mobil yang tiga baris deh."

"Kenapa emangnya?"

"Ya kan biar kamu nggak duduk pas di atas roda. Kalo yang 3 baris kan kamu bisa duduk di tengah, jadi lebih nyaman."

Letta menghela napas. "Nanti coba tanya ke Papa atau Ayah aja ya, apa perlu kita ganti mobil."

"Sayang ...."

"Maaas, napas dulu ya. Nanti yang lain diomongin pelan-pelan di rumah, ok?"

Ares terkekeh. "Aku ngeselin ya kalo banyak mau?"

"Bukan ngeselin sih, cuma aku juga masih dalam mode shock. Takutnya aku ngasih jawaban yang nggak bener juga."

"Iya sih, minta Mama ke rumah Menteng aja apa ya?"

"Maaas."

"Iya, iya, ok, sorry. Ya udah sini, biar aku ngak rese." Ares menarik Letta agar bisa beristirahat dan bersandar di bahunya.

Ares masih bisa mengingat saat-saat ketika Dokter Anis memberitahukan kabar kehamilan istrinya. Ares yang awalnya masih belum bisa mencerna cerita Letta tentang dua testpack yang menunjukkan hasil berbeda, semakin dibuat terkejut saat mendapat ucapan selamat dari Dokter Anis.

"Jadi yang tadi pagi kamu ngunci pintu kamar mandi itu karena kamu lagi ngetes pake testpack?" tanya Ares.

Keduanya kini tengah berada di kamar mereka, dengan Letta yang dengan telaten membuka kancing kemeja Ares satu per satu, dan Ares yang menikmati perhatian yang sudah menjadi kebiasaan istrinya itu setiap ia pulang kerja.

ALL I WANT IS YOUOnde histórias criam vida. Descubra agora