Tidak ada agenda khusus setelah makan malam yang disediakan pemilik penginapan. Beberapa dari mereka mengobrol ringan dan sebagian lagi memilih bermain gitar sambil menyanyikan lagu apa saja yang terlintas di kepala.
Prasasta tiba-tiba mengajak mereka gabung untuk memainkan permainan yang sering dilihatnya di tv—truth or dare. "Oi, kumpul yuk, main truth or dare."
"Nggak maen gaplek aja?" tanya Vera.
"Buset Ver, lo anak tahun kapan sih, bahasanya maen gaplek."
Vera hanya tergelak, mengaitkan tangannya ke Letta dan menariknya ke ruang tengah, tempat di mana mereka berkumpul.
Setelah semua berkumpul, Prasasta menjelaskan aturan mainnya. Salah satu dari mereka akan memutar botol cola yang diletakkan di tengah-tengah mereka. Orang yang memutarnya berhak mengajukan tawaran truth or dare kepada siapapun yang ditunjuk bibir botol.
Bagi yang memilih truth, dia harus menjawab pertanyaan apa pun yang dilemparkan si penanya, kalau tidak mau menjawab setelah mendengar pertanyaannya, dia harus memasak buat sarapan besoknya, karena Raga dan Prasasta sebenarnya sudah merencanakan semuanya, akan ada satu kali makan yang tidak akan disiapkan pemilik penginapan.
Lalu untuk dare, tidak boleh melakukan hal-hal terlarang. Walaupun masih sangat tidak jelas batasan antara terlarang atau tidak, biar nanti suara mayoritas yang menentukan.
Setelah beberapa kali putaran, sebagian besar dari mereka memilih truth. Mereka masing-masing seakan tahu bagaimana level keisengan teman-temannya, jadi lebih baik memilih truth atau terjadi hal yang aneh-aneh.
Dan tak ayal lagi, ketika Renata yang memutar botolnya, tibalah waktunya si bibir botol menghadap ke arah Letta. Senyum jahil merekah di bibir Renata.
"Jadi, Ta, truth or dare?"
"Truth lah."
"Hmmm apa ya ...? Lo lagi jatuh cinta?"
"Hah, gampang banget. Nggak lah." Letta menjawabnya dengan cepat.
Refleks Renata melirik ke arah Ares yang menegang.
Giliran Letta yang memutar botol. Bibir botol menghadap ke Raga. "Ga, truth?"
"Nggak, gue dare aja, ngeri gue sama lo, Ta."
"Lah malah milih dare, belum sempet mikir lagi gue. Hmmm bikinin gue kopi ya. Bawa kopi sachet-an kan kita?"
"Udah gitu aja? Isssh enteng itu mah."
"Eh bentar, ayo siapa lagi yang meu ngopi, ngeteh?"
"Gue juga." "Gue juga." Terdengar sahutan dari teman-temannya.
"Nah, tolong ya, Ga, diitung siapa aja yang mau!" ujar Letta sambil terbahak.
"Set dah, semuanya nih?"
Setelah menghitung jumlah teman-temannya yang ingin kopi dan teh, Raga kembali ke posisinya.
"Nunggu air mendidih ya Mas Mbak semuanya. Kita lanjutin dulu ya." Raga memutar botol. Sepertinya memang ini hari sial Letta, lagi-lagi botol mengarah ke dirinya.
Raga terbahak melihat raut wajah kecut Letta. "Tunggu pembalasan gue, Ta. So, truth or dare?"
"Truth deh." Letta memandang ngeri ke arah Raga.
"Lo sama Ares murni sahabatan?" tanyanya penasaran. Beberapa temannya juga saling menyahut menanyakan kebenarannya. Tak bisa dipungkiri, beberapa dari mereka ada yang menaruh perasaan, baik kepada Letta, maupun Ares. Namun, melihat kedekatan mereka berdua, banyak di antaranya yang tidak percaya diri untuk mengutarakan perasaannya.

ANDA SEDANG MEMBACA
ALL I WANT IS YOU
RomantikaKata orang, tidak mungkin ada persahabatan tanpa rasa cinta di antara laki-laki dan perempuan. Mungkin itu benar. Nyatanya Antares Cakrawangsa tiba-tiba saja jatuh cinta pada sahabatnya sejak bayi. Orang bilang, long distance relationship itu tidakl...