Setelah melakukan pembayaran, Ezra mengambil alih paper bag yang dibawa Letta, dan dirinya baru tersadar betapa cantik wanita yang ada di depannya.
Dengan berbalut neck cap sleeve evening dress berwarna baby blue, penampilan Letta benar-benar membuat siapa pun yang melihatnya akan menoleh dua kali.
Harus diakui, Ezra merasa salah tingkah berdua saja dengan Letta di mobil dengan penampilan Letta yang membuatnya berkali-kali melirik wanita itu melalui ekor matanya.
"Letta."
"Ya?"
"Hmm—" Ezra menghembuskan napas pelan, "Saya mau minta maaf, yang kemarin."
"Oh, yang mana ya, Mas?" sahut Letta sarkas.
"Ya semuanya. Pertama, karena saya ngasih kamu banyak kerjaan padahal kamu baru sembuh. Kedua, karena marah-marah ke kamu gara-gara kamu dibantuin Tio. Dan yang ketiga, yang menurut saya jadi kesalahan yang paling fatal adalah bawa-bawa papamu dalam kemarahan saya."
Letta menghela napas kasarnya. "Saya nggak masalah Mas Ezra ngasih saya banyak kerjaan, jadi Mas Ezra nggak perlu minta maaf untuk itu. Saya akui saya juga salah karena dibantu Mas Tio, saya minta maaf untuk itu, tapi saya beneran nggak berniat bohong dan mengakui semua itu kerjaan saya. Saya cuma belum sempat menjelaskan dan Mas Ezra langsung marah."
"Iya maaf."
"Saya nggak suka Mas Ezra bawa-bawa Papa dalam sesuatu yang saya kerjakan!" tukas Letta sambil menunduk.
"Maaf ya." Andai bisa, Ezra ingin menggenggam tangan Letta agar wanita itu tahu betapa tulusnya ia meminta maaf. "Dimaafin nggak?"
"Perintah bos nih ceritanya?"
"Nggak, saya bener-bener minta maaf atas nama pribadi. Tapi kalo nggak dimaafin juga, ya terpaksa, saya minta maaf sebagai bos."
Keduanya lalu terkekeh pelan.
"Kamu cantik." Entah keberanian dari mana yang membuat Ezra tiba-tiba menyuarakan hal yang sedari tadi dipendamnya.
"Makasih, berkat kartu Mas Ezra." Letta tersenyum. "Beneran nggak diganti ini, Mas? Lumayan loh ini harganya."
"Kan saya yang ngajak."
"Tapi kan acara perusahaan," balas Letta tidak mau kalah.
"Tapi kan nggak bisa di-reimburse ke perusahaan,"
"Hmmm ya nggak bisa sih. Tapi saya bisa reimburse ke Mbak Rimbi."
Ezra kembali terbahak. "Astaga, kok kamu kepikiran sih."
Malam itu lobby Kempinski terlihat cukup ramai dengan orang-orang yang hendak menghadiri acara ulang tahun PT Pamungkas. Para tamu undangan laki-laki didapuk menggunakan batik lengan panjang, sementara tamu undangan wanita menggunakan evening dress.
"Kita tunggu Bang Febri di lobby dulu ya, Ta, biar masuknya barengan. Bentar lagi nyampe kok." Ezra setia berada di samping Letta, berjaga-jaga apabila Letta tiba-tiba terhuyung akibat stiletto heel yang dikenakannya.
"Ezra, Letta." Febri datang dengan menggandeng seorang perempuan bertubuh mungil yang mengenakan empire dress berwarna navie.
"Mbak." Ezra bersalaman dengan wanita di samping Febri.
"Zra, enak lo Zra ngeliat kamu sebelahan sama cewek gini."
"Mulai deh." Ezra bersungut kesal.
"Ini Letta, Ma," ujar Febri memperkenalkan.
"Adeknya Rimbi? Cantik banget kamu."
"Makasih ... Mbak? Saya panggil apa ya enaknya?" Letta menerima uluran tangan dari wanita itu.
"Saya Tiwi, panggil Mbak Tiwi boleh, kayak Ezra."
"Ayok kita masuk," ajak Febri yang lalu menggiring mereka semua untuk memasuki ballroom.
Febri dan Ezra beberapa kali berhenti untuk menyapa rekan bisnis mereka dan memperkenalkan Letta sebagai pegawai perusahaan tentunya, bukan sebagai anak dari Ardian Mahendra.
"Febri," panggil seseorang yang tidak jauh darinya.
"Fuad." Febri memberikan kode kepada Ezra dan Letta untuk menikmati waktu mereka karena dirinya akan berbincang dengan kenalannya yang sudah lama tidak bertemu.
Ezra mengajak Letta untuk mengambil minuman. "Capek?" tanya Ezra.
"Hah?"
"Kan ini standing party dan kamu pake heels."
"Oh, nggak, Mas. Nggak apa-apa kok."
"Kalo capek atau pusing, ngomong ya."
Letta mengangguk sambil menyesap ice lychee di tangannya.
"Makan yuk," ajak Ezra kemudian. "Kamu masih perlu minum obat?"
"Belum habis sih obatnya."
"Sekarang bawa?"
"Ada di clutch."
"Ya udah yuk makan, abis itu kita minggir biar kamu bisa minum obat."
Letta mengikuti langkah Ezra. Usai menyantap sepiring nasi, Ezra membawakan segelas air putih dan mengajak Letta untuk menepi.
"Diminum dulu obatnya!"
Letta tersenyum malu. "Saya nggak bisa minum obat pake air, Mas."
Kini giliran Ezra yang kebingungan. "Trus pake apa?"
"Pake apa aja, asal bukan air." Letta terkekeh melihat tampang kebingungan Ezra. "Mas Ezra tunggu sini aja, saya ambil makanan kecil dulu."
Tentu saja Ezra tidak menuruti Letta. Lelaki itu mengekor ke mana Letta pergi.
Letta berkeliling meja snack, namun tidak ada yang menarik minatnya. Akhirnya pilihan Letta jatuh pada potongan buah melon.
"Kamu serius, Ta? Kamu mau makan obat pake buah melon?"
"Biasa aja Mas Ezra, heboh amat," timpal Letta sambil tergelak.
Ezra menatap takjub wanita di depannya itu. Selain karena memang cantik, wanita itu benar-benar unik.
"Ta, kamu udah lama ya pacaran sama Ares?"
Letta menatap Ezra. "Kenapa memangnya, Mas?"
"Eh, aku ngelanggar privasi ya nanyanya? Sorry, sorry, nggak usah dijawab kalo gitu."
Letta tersenyum melihat Ezra yang salah tingkah. "Pacaran resmi baru beberapa minggu sih, Mas. Tapi kalo deket tanpa status udah bertahun-tahun."
"Tapi dia nggak ada, waktu keluargamu jatuh? Dengan posisi dia, harusnya dia bisa bantu keluargamu dong."
"Waktu itu saya memang lagi nggak berhubungan sama dia. Keluarga saya juga, nggak tau kenapa kayak lagi lost contact sama keluarganya Ares," jawab Letta secukupnya. Dia tidak ingin hubungan asmaranya dikonsumsi banyak orang.
"Kamu pernah buka hati kamu buat cowok selain dia?"
Letta terkesiap dengan pertanyaan Ezra.
"Nggak mungkin dong selama ini nggak ada cowok yang deket sama kamu."
Letta mengedikkan bahu. Toh memang selama ini dia tidak pernah menganggapi cowok-cowok yang mendekatinya dengan tujuan lebih dari berteman.
Ezra mengambil piring kosong di tangan Letta. Ia memegangnya sampai ada seorang pelayan lewat dan memberikan piring itu kepada pelayan.
"Ta, kamu—"
"Jadi ini yang kamu bilang acara kantor?"
Suara itu menyela perkataan Ezra dan membuat Letta menoleh seketika dengan raut terkejut.

YOU ARE READING
ALL I WANT IS YOU
RomanceKata orang, tidak mungkin ada persahabatan tanpa rasa cinta di antara laki-laki dan perempuan. Mungkin itu benar. Nyatanya Antares Cakrawangsa tiba-tiba saja jatuh cinta pada sahabatnya sejak bayi. Orang bilang, long distance relationship itu tidakl...