4 Kepergok

282 63 4
                                        

Sekitar pukul lima pagi, mereka memasuki kawasan Pantai Ujung Genteng Sukabumi dan berhenti di depan sebuah homestay yang berhadapan dengan pantai.

Letta terbangun karena suara berisik dari teman-temannya yang heboh melihat pantai sambil menyiapkan barang masing-masing untuk dibawa turun. Barulah dia sadar kalau semalaman dia tertidur di pelukan Ares.

Merasakan gerakan dari Letta, Ares ikut terbangun.

"Res, mata gue bengkak nggak?"

'Cantik,' sahut Ares dalam hati.

"Nggak terlalu, bilang aja semalem susah tidur." Ares berdiri untuk merenggangkan otot-otonya terutama tangannya yang terasa kebas.

Letta terkekeh memperhatikan Ares yang mengernyit saat memutar persendian tangannya. 'Ah, semua baik-baik aja ternyata', pikir Letta.

"Nah, kita nginep di sini ya temen-temen, ada dua kamar, karena ceweknya ada enam orang silakan dibagi dua kamarnya terserah kalian gimana ngaturnya. Yang laki-laki tidurnya nanti di ruang tamu sama ruang tengah ya. Trus karena sekarang masih pagi banget, sarapan kita beum siap, jadi acara bebas aja dulu ya, terserah mau istirahat, mau bersih-bersih, atau mau jalan-jalan ke pantai terserah kalian. Nanti kumpul lagi kira-kira jam delapan ya." Raga memberikan arahan.

Letta yang sekamar dengan Vera dan Renata segera masuk ke kamar, hanya untuk melepaskan tasnya, dan langsung berlari ke pantai. Enak, masih subuh belum banyak orang di pantai, jadi mereka bisa explore sepuasnya.

"Ta, mata lo bengkak, kenapa? Kangen Mama ya ... Ciyeee yang anak Mami," ledek Vera.

"Iiiih apaan sih, orang susah tidur juga," jawab Letta sambil memukul lengan Vera.

Tersenyum simpul, Renata menarik tangan Letta agar bisa sejajar dengannya. "Masa sih susah tidur, bukannya semaleman dipeluk?" bisik Renata.

Letta menatap Renata dengan horor. "Lo lihat?" Kalau dipikir-pikir, kenapa Letta panik, padahal semua teman sekelasnya tahu bagaimana kedekatannya dan Ares. Bisa saja dia berkilah sedang tidak enak badan, jadi Ares yang sudah seperti kakaknya sendiri berusaha menenangkannya.

"Kan gue duduk di sebelah kalian, keenakan pelukan sih." Setiap mengucapkan kata 'pelukan' suaranya dipelankan maksimal, agar Vera tidak mendengarnya. "Tenang, Gue nggak bakal bocorin, Hanamasa ya."

"Nggak bisa bakso Bang Hari aja ya Ren, sama es jeruk deh?"

"Bisa, tapi jangan salahkan gue kalo foto kalian beredar ya."

"Hah? Ren, lo ngambil foto kita, mana hp lo sini?"

"Kalian kenapa sih pelan banget jalannya?" Vera mulai tidak sabar menunggu Letta dan Renata.

"Menikmati pemandangan dong, Ver. Meskipun jalan sendirian, biar rasanya kayak lagi dipeluk seseorang yang kita sayang gitu,' sindir Renata sambil terkekeh, bahagia karena bisa menggoda Letta.

"Reeeen, please." Letta mencubit lengan Renata sekuat tenaga.

"Aaaw, sakiiiit, kalo gini bisa jadi Hanamasa plus Hokben nih."

"Iya iya ok, Hanamasa, nggak jajan seminggu deh gue."

"Loh, ya lo minta Ares ikut patungan lah, jangan mau rugi. Udah keenakan dia meluk lo semaleman juga."

"Ssssst, ok ok gak usah dibahas ya, Beb." Letta dan Renata berlari menyusul Vera yang sudah terlihat cemberut menunggu mereka.

Tanpa mereka bertiga sadari, Ares, Bima, Raga, dan Haris berjalan mengikuti mereka. Raga dengan posisi paling depan di antara mereka, mendengar obrolan Letta dan Renata. "Res, sini deh, buruan," panggil Raga.

Ares yang awalnya berada beberapa langkah di belakang Raga mempercepat langkahnya. "Kenapa?"

"Rena dapet traktiran Hanamasa loh dari Letta, gue nggak Res?"

"Lah ya lo minta aja sama Letta, kenapa minta ke gue?"

"Kasian Letta, Res, ntar duitnya abis buat nraktir kita-kita, padahal lo juga dapet enaknya semalem."

"Hah? Dapet enak apaan?"

"Bukannya ada yang semaleman pelukan. Katanya sahabatan, bisa gitu ya meluk semaleman? Sa ae lo Res. Nggak pegel tu tangan?"

Tidak bisa mengelak, kedua sudut bibir Ares sedikit terangkat, sampai-sampai Raga tidak menyadarinya.

"Jadi, Hanamasa, Res? Janjian bareng aja kita berempat." Raga terbahak.

"Gampang lah." Ares hanya memutar matanya malas. Raga berlari menyusul ketiga cewek di depannya.

"Ta, disuruh nungguin Ares tu, katanya ada yg perlu diomongin, masalah Hanamasa gitu." Raga mendorong punggung Vera dan Renata, meninggalkan Letta yang terdiam sambil membelalakkan mata ke arah Ares.

"Biiim, sini lo susul gue, atau Vera gue gebet. Haris, lo juga buruan sini. Semuanya lah sini, kecuali Ares sama Letta!" teriak Raga. Niatnya untuk memberikan kesempatan Ares dan Letta berduaan.

"Ta, kita kok kayak kepergok berbuat yang aneh-aneh gitu ya? Pake dipalak Hanamasa lagi." Kini mereka berjalan bersisian.

"Lo yang meluk gue yaaaa."

"Lo sih pake nangis."

"Ooooh jadi mau dibahas ni kenapa gue nangis, siapa yang bikin gue nangis."

"Nggak, Ta." Ares menggenggam tangan Letta dan menariknya ke belakang tubuh agar tidak terlihat teman-temannya yang agak di luar nalar tingkat kejahilannya itu.

Jantung Letta sedikit berdebar, tapi dia berusaha menemukan akal sehatnya. 'Ya elah, Ta, gandengan tangan doang, Ares kan sering gandeng tangan lo, kalo lagi nyeberang jalan, lagi naik tangga, lagi turun tangga, nggak usah mikir yang macem-macem deh, ntar dia minta lo ngejauh lagi.'

Sementara Ares, kini dia semakin yakin dengan perasaannya, ditandai dengan jantungnya yang tidak bisa diajak kompromi, seakan mau loncat keluar dari tubuhnya.

"Res, Renata semalem motoin kita katanya."

"Serius? Boleh diminta nggak?" Ares terbahak melihat perubahan ekspresi Letta. Begitu senangnya Ares melihat muka cemberut itu.

"Ih, Ares, serius nih. Ntar orang-orang mikir kita ada hubungan lebih gimana?"

"Emangnya kenapa kalo kita punya hubungan lebih?"

"Hah?" Terhenyak, Letta tidak bisa menjawab pertanyaan Ares.

Mereka berjalan ke arah kiri menyusuri pantai. Setelah melewati beberapa tali perahu yang sedang ditambatkan, tibalah mereka di area yang banyak pepohonan, sekilas mirip hutan namun tidak terlalu lebat, sinar matahari masih bisa masuk ke dalamnya.

"Hmmm, tangannya, Res! Ntar mereka mikir yang aneh-aneh loh."

"Vera, Rena, Bagas, Raga, Haris." Ares mendata teman-teman yang berada di sekitarnya. "Aku masih ada tabungan kok buat nraktir Hanamasa lima orang."

"Oh jadi kamu nggak nraktir aku juga?" Letta ingin melepaskan genggamannya.

"Loh bukannya kamu yang mestinya ikut patungan juga ya?" Mereka berdua lantas terbahak.

"Kamu masih pengen aku menjauh, Res?" Letta akan tetap penasaran sampai mendapatkan jawaban dari Ares.

"Lo sendiri maunya gimana?"

"Yah siapa yang pengen kehilangan sahabat sih, Res."

Jleb!

Ares melepaskan genggamannya. Dengan gamang berjalan keluar dari area hutan, dan duduk di area pasir pantai yang tertutup rimbunnya pohon agar tidak terkena sengatan sinar matahari.

Ares merasakan nyeri di dadanya. Jadi Letta tidak ingin kehilangan sahabat, itu kenapa tadi Letta tidak bisa menjawab pertanyaannya. Kalau dia terus maju berjuang demi perasaanya, apakah Letta akan menerimanya? Lalu seperti apa hubungan mereka ke depannya kalau Letta menolak perasaannya?

ALL I WANT IS YOUWhere stories live. Discover now