122 Sedikit Menyesal

113 29 0
                                        


Letta mengerjap dan perlahan merenggangkan pelukan suaminya. Ia merasakan kapal bergetar, artinya kapal sudah mulai berjalan untuk menuju spot berikutnya. Ia lantas meraih ponsel yang diletakkannya di samping bantal. "Jam tiga," gumamnya pelan.

Ares menggeram pelan, melemaskan otot-ototnya yag terasa kaku. "Kapalnya jalan ya?" tanya Ares dengan suara serak.

"Iya, tidur lagi aja, masih jam tiga kok. Aku ke toilet dulu ya?"

Seketika Ares membuka matanya. "Mau kutemenin?"

"Nggak usah, orang di situ doang."

"Temenin aja deh," ucap Ares sambil menyibakkan selimut.

Ares menarik Letta untuk kembali ke kungkungan hangat selimut setelah mereka kembali ke dalam kamar. "Dingin banget kena angin di luar."

"Lagian udah kubilang aku sendiri aja. Ngeyel sih anaknya."

Keduanya kembali terlelap, jangankan memikirkan untuk macam-macam, tubuh mereka masih terlalu letih akibat trekking hari sebelumnya.

Untung mereka tidak kebablasan hingga menyia-nyiakan sunrise yang hadir di depan mata. Keduanya menaiki deck atas kapal itu, merebahkan diri di kursi santai dan terdiam menghayati keheningan pagi di tengah lautan.

"Ta, nanti kan ada jadwal snorkeling buat berburu manta. Kamu pake baju apa?"

Letta tahu pasti ke mana arah pikiran Ares. Dia sudah mengenal suaminya seumur hidup. "Aku bawa one piece sama two pieces sih. Kamu mau aku pake yang mana?" godanya.

"Serius, Ta?" Ares langsung mengalihkan perhatiannya dari sunrise dan menatap Letta dengan tajam. "Snorkeling sama aku aja di atas kasur kalo gitu."

Benar dugaan Letta. Antares dan rasa posesifnya. Letta terbahak melihat Ares bersungut-sungut di pagi hari.

"Aku make surf suit kok, lengannya panjang, celananya selutut. Is that ok?"

Ares menghembuskan napas lega.

"Lagian kan kamu tau aku, mana suka aku pake yang terbuka, apalagi nanti kita nggak tau bakal ada kapal lain nggak yang juga punya jadwal snorkeling di tempat dan waktu yang sama."

"Mas, Mbak, sarapan dulu yuk, habis itu jalan-jalan ke Taka Makassar," ajak Tarsi yang hanya melongokkan kepala di tangga kapal.

"Ok, Mas," jawab Ares.

"Taka Makassar apa sih, Ta? Kita nggak tiba-tiba nyampe Makassar kan?"

Letta kembali terbahak, kenapa suaminya ngelawak sejak pagi sih. "Kalo dari yang aku baca sih, Taka Makassar itu kayak pasir timbul gitu di tengah laut."

"Ooooh, kirain."

"Udah deh, Mas, jangan ngelawak, perutku sakit nanti."

Keduanya menikmati roti bakar yang sudah disiapkan oleh awak kapal sambil bercengkerama. Tanpa diminta Ares, Letta menyeduh kopi untuk Ares.

"Thanks, Babe," ujar Ares saat menerima secangkir kopi hitam yang masih mengepul dari tangan istrinya.

"You're welcome, Love." Kemudian Letta bergidik, meralat ucapannya barusan, "Geli ih, manggil 'Sayang' aja lah."

Dengan kapal motor kecil mereka menuju Taka Makassar ditemani guide mereka dan meminta diambilkan beberapa foto postwed.

Entah kenapa, ada 20% hati kecil Letta yang merasa menyesal dengan kegiatan mereka yang begitu padat, yang pada akhirnya mengurangi waktu bermesraan dengan suaminya.

"Mikirin apa?" tanya Ares.

Saat ini mereka tengah duduk di atas pasir putih Taka Makassar, menghadap ke tengah laut di mana kapal phinisi yang mereka sewa menambatkan jangkarnya. Sementara guide mereka menyingkir untuk memberikan waktu kepada sepasang pengantin baru itu.

ALL I WANT IS YOUWhere stories live. Discover now