"Nin, nanti malem ada acara nggak? Ada yang perlu gue omongin," ucap Ares saat menghampiri Nindya.
Biasanya Nindya lah yang mengajak Ares ngobrol atau jalan. Kini melihat Ares mendatanginya membuat Nindya tersenyum sumringah. "Nggak ada kok, Res. Mau ke mana?"
"Ketemu di Alibi bisa?"
"Ok. Lo langsung ke sana apa jemput gue dulu?"
"Langsung ketemu di sana ya, jam 7. Eh ya, ajakin sahabat-sahabat lo ya."
"Hah! Buat apa ngajak mereka?" Nindya mulai kebingungan. Yang dia khayalkan adalah jalan berduaan dengan Ares, kenapa Ares malah minta sahabatnya ikut?
"Gue mau traktir tapi nggak usah bilang gue yang ngajak ya, takut pada nggak enak." Ares lantas berlari menuju mobil di mana Lulu dan Letta menunggu. Lulu sendiri sedang asyik memainkan ponsel, sementara Letta menatap Ares dengan perasaan aneh yang belum bisa dia pahami.
***
-Alibi, pukul 18.45-
Ares yang sudah tiba terlebih dulu memilih meja di bagian pojok kanan, yang terlihat masih sepi dan bisa menampung beberapa orang sekaligus. Ares sengaja memesan minum dan cemilan dulu untuk mengganjal perutnya ... dan emosinya.
Nindya memasuki cafe dengan senyum yang membingkai wajahnya, diikuti dua orang cewek yang wajahnya berubah pias ketika melihat Ares ada di sudut ruangan, sedang menatap mereka.
"Nin, kok lo nggak bilang ada Ares?" Dilla menarik tangan Nindya sebelum mereka lebih mendekat ke arah meja yang ditempati Ares.
"Gimana? Kemajuan banget kan gue? Dia mau ngajak jalan gue sama sahabat gue, berarti dia pengen lebih deket dong." Senyuman masih setia bertengger di wajah Nindya.
Dilla menoleh ke arah Manda, bingung harus bagaimana. Manda pun terlihat panik, ingin melarikan diri dari tempat itu, namun Nindya menarik lengak kedua sahabatnya untuk bergegas.
Nindya langsung menempati kursi di samping Ares, sementara Dilla dan Manda masih terpaku. "Kalian ngapain berdiri aja? Duduk gih," ujar Nindya.
Ares tersenyum sinis menatap mereka. "Makasih ya udah mau datang." Ares berujar dengan sarkas dengan tatapan yang tampak ingin menelan mereka hidup-hidup.
"Udah lama, Res? Sorry tadi agak kena macet." Nindya masih belum menyadari perubahan atmosfer di sekitarnya.
"Eh pesen apa aja ya yang kalian mau, gue yang traktir." Ares tidak melepaskan tatapannya dari dua cewek barbar di depannya yang kini tengah menunduk.
Setelah pesanan mereka tersaji di meja, Ares memulai sesi pembalasannya.
"Kalian udah lama temenan?"
Melihat tidak ada respon dari kedua temannya, Nindya menjawab, "Udah dari SMP sih. Dulu kita sekelas waktu kelas 2 SMP, trus jadi deket meskipun abis itu gak pernah sekelas lagi."
"Lo tau nggak, Nin, apa yang dilakukan kedua temen lo ini beberapa hari yang lalu ke Letta dan adek gue?"
"Hah? Apa emangnya?" Nindya lalu beralih kepada dua temannya dan menatap mereka dengan bingung. "Kalian nggak cerita ke gue?"
"Kalian mau cerita sendiri apa gue yang harus nyeritain ke Nindya?" Ares ingin secepatnya menyudahi pertemuan mereka. Muak rasanya melihat wajah kedua orang yang telah melukai Letta duduk di depannya.
Dilla dan Manda masih terdiam, tampak kikuk dan serba salah.
"Mereka nge-bully Letta sama adek gue di toilet Nin. Dan dia.." Ares menunjuk ke arah Dilla, "Dia ngelaporin ke guru BK kalau Letta sekarang tinggal di rumah gue. Mau lo apa sih? Ada masalah apa sama Letta?" Kalau mereka cowok, mungkin Ares sudah menghajar mereka sedari tadi.

YOU ARE READING
ALL I WANT IS YOU
RomanceKata orang, tidak mungkin ada persahabatan tanpa rasa cinta di antara laki-laki dan perempuan. Mungkin itu benar. Nyatanya Antares Cakrawangsa tiba-tiba saja jatuh cinta pada sahabatnya sejak bayi. Orang bilang, long distance relationship itu tidakl...