23 Takdir sedang Bercanda

202 41 4
                                        

Sepanjang hari Ares tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. Dia terus menggali ingatannya, mencoba mengurai benang kusut. Apa yang terjadi di pernikahan Renata dua tahun silam dan mengapa ekspresi Letta berubah saat membicarakan hal itu?

Waktu masih menunjukkan pukul empat sore dan Ares sudah keluar dari ruangannya karena merasa percuma berada di kantor.

"Arya, gue balik ya." Ares menyambangi ruangan Arya, sekretaris sekaligus sahabatnya sejak SMA.

Melihat masih ada beberapa karyawan di ruangan itu, Arya berbicara dengan sopan. "Baik, Pak." Tapi dengan gesit Arya menyusul Ares. "Mau ke mana lo? Masih jam empat ini. Kayaknya nggak ada meeting di luar deh," curiga Arya saat Ares sendirian menunggu lift.

"Eh, Ar, waktu nikahan Renata, lo ketemu sama Letta, nggak?" Ares menahan pintu lift yang sudah menunggunya agar tidak tertutup.

"Buset, udah lama banget. Gimana gue bisa inget. Eh tapi kayaknya gue waktu itu ngeliat Vera berdua sama cewek deh, pake baju yang sama, seragaman sama keluarga pengantin, apa mungkin Letta yang sama Vera?"

"Kalo gue tanya langsung, aneh nggak sih menurut lo?"

"Lo udah bisa hubungin Letta?" Sebagai sahabat, tentunya Arya tahu bagaimana kisah cinta Ares.

"Dia ... di rumah gue." Ares masih terus menahan pintu lift.

Arya terbelalak kaget. Sekarang ia bisa mengerti kenapa sepanjang hari Ares terlihat gelisah. "Pantesan udah pengen pulang aja. Jadi lo pulang ke rumah, bukan ke apartemen?"

"Iya."

"Wah, Tante Mira sujud syukur nih, akhirnya tanpa diteror anaknya mau pulang," ledek Arya sambil terkekeh.

"Kali ini kesempatan lo buat dapetin Letta lagi, Res. Lo harus berhasil pokoknya." Arya mengatakannya saat Ares siap menutup pintu lift.

***

"Halo, Lu." Ares menghubungi Lulu saat masih dalam perjalanan pulang.

"Ya, Mas?" jawab Lulu dari seberang sambungan telepon.

"Kamu lagi sama siapa?" tanya Ares yang khawatir ada Letta di sekitar Lulu.

"Sendiri. Kenapa?"

"Tolongin Mas dong, Lu!"

"Boleh, tapi dompet Lulu rusak, Mas."

Ares mendengkus kesal karena kebiasaan adiknya yang satu ini. "Lu, kamu tu sebenernya ngambil kuliah jurusan materatika apa bisnis sih?"

"Ya udah, nggak mau bantuin."

"Duuuh adek Mas kok ngambekan ya. Ya udah, iya."

"Jadi Lulu disuruh ngapain?"

"Mas perlu ngomong berdua sama Letta, tolong atur gimana caranya ya. Lu."

"Oke, jangan lupa dompetnya, Lulu yg pilih."

"Iyaaa."

Tidak butuh waktu lama bagi Ares untuk sampai di rumah. Ares berhasil menghindari kemacetan karena pulang sebelum jam kerja kantoran berakhir.

Mira yang sedang menata kue pastel di piring saji terbelalak kaget melihat anak sulungnya itu memasuki ruang makan.

"Ares? Ini masih hari Kamis kan? Kok kamu pulang?"

"Oh, jadi Mama nggak suka Ares pulang ke rumah?"

"Nggak, bukan gitu, aneh aja. Lagian ini masih jam lima, Res. Kamu jam berapa dari kantor? Hah?"

"Jam empat. Nggak bisa mikir, Ma." Ares berkata jujur, kalau pun dia berbohong, mamanya pasti langsung bisa mengendus kebohongannya.

"Letta di kamar Lulu, lagi siap-siap, nggak tau tuh tadi Lulu mau ngajak ke mana." Mira menjelaskan keberadaan Letta tanpa diminta Ares. Mira paham sejak tadi Ares seperti mencari-cari keberadaan seseorang. Tidak mungkin Lulu yang dicari, jadi pastilah Letta orang yang dicari anaknya.

ALL I WANT IS YOUWhere stories live. Discover now