"Mau ke mana, Lu?" tanya Mira yang cukup terkejut karena anak gadisnya yang setiap weekend hanya bergelung di kamar, kini terlihat sudah rapi.
"Mau pergi ya, Ma. Cari buku anak buat donasi yayasan."
Mira mengangguk-angguk. "Sarapan dulu. Lagian emang toko bukunya udah buka jam segini?"
Dito meletakkan tab yang sedari tadi dipegangnya untuk membca berita online. Ia kini menatap Lulu dengan tatapan penasaran. Harusnya hal yang mengganjal di hatinya ini ia tanyakan sejak semalam, tapi ia tahu kalau mood anaknya sedang tidak baik-baik saja, karena itu ia memilih menunda untuk menanyakannya.
"Lu, kamu lagi deket sama Alvin ya?" Dito bukan ahlinya berbasa-basi, pun dulu ketika bertanya keseriusan Ares dengan Letta, ia juga langsung to the point.
Lulu menelan ludahnya, mencoba menenangkan diri sambil mengambil nasi goreng buatan mamanya. Hanya beberapa detik waktu yang dimilikinya untuk memikirkan jawaban atas pertanyaan itu.
"Alvin?" Mira menatap Dito dan Lulu bergantian. "Alvin siapa?"
"Sekretarisnya Ares," jawab Dito, masih sambil menatap Lulu yang berlama-lama mengambil nasi goreng.
"Beneran, Lu?"
"Ya ... hmmm ... nggak gitu juga sih Yah, Ma. Lagian mana mau Mas Alvin sama Lulu."
Mira menatap perubahan ekspresi di wajah Lulu, ditambah rona wajah anaknya yang tiba-tiba memerah. Bukan hal yang sering ia temui. Lulu hampir tidak pernah bercerita punya teman dekat lelaki, kalau pun ada, ya memang murni berteman. "Tapi kamu suka sama dia?"
"Ma ... Mama nanya perasaanku kayak lagi nanya harga wortel di abang tukang sayur deh."
"Abisnya Mama penasaran juga, kamu nggak pernah punya pacar loh selama ini."
"Pernah ya, Ma," bantah Lulu.
"Siapa? Mama nggak inget tuh."
"Ardy. Dulu waktu Lulu kelas 2 SMA."
"Astagaaa, temenmu yang sama-sama masuk karantina olimpiade matematika itu? Itu sih namanya bukan pacaran, itu temen belajar. Mana ada orang pacaran malah ngerjain latihan soal matematika."
"Yang penting kan statusnya pacaran, Ma."
"Halah, status apa, nggak lanjut juga kan karena dia ngambek kamu juara 1 sementara dia juara 2."
Lulu berdecak kesal akibat ledekan mamanya. Tapi kalau dipikir-pikir memang benar sih. Pacar pertamanya itu terasa hanya status. Ia nyaman bersama dengan Ardy hanya pada saat berlatih mengerjakan soal matematika. Selebihnya, ia merasa tidak ada chemistry.
Pernah mereka mencoba nonton film di bioskop, hal yang biasa dilakukan anak muda seusia mereka waktu itu, tapi hasilnya benar-benar tidak sesuai ekspektasi. Ardy terlalu banyak mengeluh dan menelaah jalan cerita film yang mereka tonton, sampai akhirnya Lulu marah dan berkata, "Kalau mau nonton yang real, jangan nonton film, nonton aja budidaya jamur di National Geographic."
Masa-masa yang Lulu sendiri masih bergidik ketika mengingatnya.
Dito mengamati perdebatan istri dan anaknya sambil sesekali terkikik geli. Setelah kedua wanita itu tenang, baru lah Dito kembali ke pokok pertanyaannya. "Jadi? Gimana? Kamu sama Alvin?"
"Ya, gitu deh, Yah. Tapi emangnya boleh Lulu sama Mas Alvin? Ini kalau pun kita berencana lanjut ya, tapi sih sejauh ini cuma temenan."
Dito mengernyitkan kening. "Kenapa nggak boleh?"
"Ya ... siapa tahu karena Mas Alvin sekretarisnya Mas Ares."
"Apa pula kamu mikirin begituan." Mira menggeleng-geleng tidak paham.

YOU ARE READING
ALL I WANT IS YOU
RomanceKata orang, tidak mungkin ada persahabatan tanpa rasa cinta di antara laki-laki dan perempuan. Mungkin itu benar. Nyatanya Antares Cakrawangsa tiba-tiba saja jatuh cinta pada sahabatnya sejak bayi. Orang bilang, long distance relationship itu tidakl...