Three Shillings One Sixpence 5/1

141 27 5
                                    

Some people fall head over heels. Other people begin to fall without even knowing it—love grows like a spring flower beneath last autumn's leaves and catches them by surprise...¹

Musim dingin sudah berlalu, sudah dua bulan berlalu sejak warna putih yang monoton berganti warna-warni dari berbagai jenis bunga, tumbuhan, dan pepohonan. Glasgow pun sudah menghangat kembali, dan orang-orang jadi lebih banyak dijumpai.

Gun bertahan dengan baik sejauh ini, meski tentu tidak mudah karena ia harus terus berusaha menyesuaikan dirinya. Ia masih menilai segalanya tak masuk akal, sehingga ia mencoba membuat teori.

Teori pertama, Gun berpikir bahwa ini bukan masa lalu. Abad kesembilan belas dan abad kedua puluh satu adalah dua kehidupan di dua dunia yang berbeda dan terjadi sekaligus. Seperti teori Fisika Kuantum, tetapi karena Gun sadar diri ia tak pintar sains, ia tak ingin menyombongkan teori ini karena teramat sangat bisa salah.

Teori kedua, Gun meyakini ia kembali ke masa lalu, akan tetapi teori ini membuatnya kemudian bertanya di mana diri masa lalunya saat ini? Kenapa diri masa depannya yang harus menjalani hidup di masa lalu? Teori ini juga membuatnya takut, karena bagaimana jika Gun abad kesembilan belas mendadak muncul? Akan ada dua Gun, dan apakah yang akan terjadi ketika mendadak ada dua Gun? Demi menghilangkan rasa takutnya, ia membuat teori lain.

Teori ketiga, Gun masih meyakini bahwa ia kembali ke masa lalu, tetapi hanya jiwanya saja, sementara raganya adalah raga diri masa lalunya. Artinya, hanya ada satu Gun, dan ia hanya sedang mengulang kembali kehidupan yang sudah terjadi.

Teori ketiga ini masuk akal, meski kemudian menimbulkan banyak sekali pertanyaan. Apakah yang terjadi dalam hidupnya? Apakah akan berbeda karena ia mengulangnya dengan pengetahuan yang berbeda? Apakah akan ada hal-hal yang diubahnya? Apakah ia bisa melakukan itu? Apakah tidak akan mengacak-acak sejarah?

Gun tidak memiliki jawaban, sebab sampai dengan segala yang terjadi, ia tak pernah percaya reinkarnasi atau sejenisnya. Oleh karena itu, ia tak pernah sibuk mencari tahu siapa dirinya di masa lalu, bagaimana ia hidup sampai kemudian mati. Mungkin seharusnya ia percaya, dan menjadi seperti beberapa orang yang gemar ke museum, lalu membuat cerita bahwa mereka merasa terkoneksi dengan beberapa lukisan orang-orang di museum itu, dan menjadi yakin bahwa itu adalah diri masa lalu mereka.

Jika memang begitu, nanti saat ia sudah menemui akhirnya di kehidupan ini sebagai satu-satunya cara yang ia yakini akan membawanya kembali ke masa depan, Gun akan ke segala museum yang ada, mencari dirinya, melihat bagaimana yang sejarah kisahkan tentangnya. Namun, niat itu lalu terkurung karena pemikiran bahwa belum tentu ia dikisahkan. Memangnya siapa dirinya? Ia bukan tokoh penting yang perlu diabadikan untuk diingat.

Menolak pusing lebih dari yang sudah dirasakannya, Gun memutuskan untuk ikut alur saja saat ini. Apalagi, terlepas dari segala yang terjadi, ada hal-hal yang perlu ia syukuri.

"Oh my God! Oh my God! Oh my God!"

Salah satunya adalah bisa mendengar teriakan itu, teriakan Janhae teman baiknya yang saat ini sedang berlari luntang-lantung dari arah belakang The Anderston menuju pondok tempat ia dan Harit sedang memahat kayu bersama.

"Demi Tuhan, Janhae, aku khawatir kau jatuh jungkir balik," kata Harit.

Janhae memperlambat lajunya ketika sudah mendekati pintu pondok, tetapi dia tetap menggebu-gebu.

"Kalian tahu A Lady yang dua tahun lalu menerbitkan novel yang berjudul Sense and Sensibility?"

Gun mengernyit, setahu dirinya, Sense and Sensibility adalah tulisan Jane Austen.

"Terus?" tanya Harit.

Janhae mengangkat buku yang sedari tadi dipeluknya. "Lihatlah buku ini!"

"Pride and Prejudice." Gun membaca judul buku yang sudah ia baca itu.

The Sun Also SetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang