Underneath The Sunset 14/1

117 22 1
                                    

But our love it was stronger by far than the love
Of those who were older than we-
Of many far wiser than we-
And neither the angels in heaven above,
Nor the demons down under the sea...¹

Tidak.

His Grace sudah tidak lagi mengejar Matahari, sebab sudah satu minggu setelah kedatangan Davika, Gun tidak mendengar ada suara ketukan pintu rumahnya dan ia mendapati pria itu berdiri di sana.

Menghadapi kenyataan itu, Gun tidak menyalahkan siapa-siapa selain diri sendiri, karena ia sadar dirinya yang mengakhiri hubungan mereka, dan itu tidak secara baik-baik karena ia ingat Off direndahkan oleh dan karenanya.

Gun ingat bagaimana Off berlutut, meminta maaf, dan memohon kesempatan menjelaskan, tetapi ia mengabaikannya. Ia ingat bagaimana Off ditendang oleh Tay, dadanya diinjak, dan ia tutup mata, meski ia tutup mata karena tak bisa melihat Off dilukai, tetapi pria itu tentu mengira ia tidak peduli.

Wajar jika Off akhirnya mencapai batas kesabaran, belum lagi jika mempertimbangkan juga masalah sensitivitasnya yang membuat Off harus selalu sabar.

"Miracle..."

Gun dengan cepat mengelap air matanya ketika mendengar panggilan Saowaros, kemudian bergegas membukakan pintu kamar untuk sang ibu.

Saowaros tersenyum, kemudian mengajak Gun untuk duduk di tepi tempat tidur bersamanya, "menangis lagi?"

Gun tidak dapat mengelak, tidak mau juga, sebab benar adanya bahwa sejak lewat hari di mana Off seharusnya sudah tiba jika sesuai perkiraannya, ia menghabiskan banyak waktu menangis.

"Maaf, Mama. Aku sangat cengeng."

"Tidak perlu meminta maaf, kau memang sudah selalu menangis sejak keluar dari rahim Mama." Saowaros sedikit terkekeh.

"Pasti melelahkan mendengar tangisanku."

"Sesekali," tanggap Saowaros. "Tetapi tangismu yang kemudian menjaga The Anderston tetap hidup, terutama mengisi hari-hari sepi setelah kepergian ayahmu." Dia sejenak bernostalgia.

Gun menampilkan seutas senyum tipis. "Kata Tay suara tangisku luar biasa, tidak sesuai dengan ukuran tubuhku."

"Benar sekali. Itulah mengapa kami menyebutmu "Miracle", kau sungguh seperti keajaiban. Bertahan dalam perut Mama yang kala itu kian lemah. Ayahmu selalu takut dulu, takut kalau-kalau kau akan menyakiti Mama, tetapi Mama meyakinkan dirinya bahwa kau hanyalah bayi tak berdosa, kau tidak mungkin menyakiti Mama."

"Terima kasih, Mama."

Saowaros tersenyum penuh kasih sayang. "Ayahmu sangat bahagia saat kau lahir, dia menjadi jarang sekali bertani, dan selalu pulang lebih awal untuk bisa menimangmu. Namun, saat batuknya semakin parah, kau perlu dijauhkan darinya untuk mencegah penularan. Kau jadi semakin sering menangis, tetapi kami harus menjauhkan kalian karena kau sendiri sangat ringkih waktu itu karena lahir saat baru berusia 8 bulan."

Senyuman Gun kian lebar, ia dapat merasakan rindu dalam nada suara ibunya. "Pernahkah Mama merasa terganggu karena tangisku?"

Saowaros menggeleng. "Tidak sama sekali. Sejak awal, Mama sudah tahu bahwa kau sangat mirip dengan Mama, kita mengandalkan tangisan untuk apa saja. Kita kesal, kita menangis. Kita marah, kita menangis. Kita bahagia, kita menangis. Kita malu, kita menangis, dan lain sebagainya—"Peace Lily" adalah panggilan Mama dari ayahmu," tuturnya.

"Peace Lily?"

Tatapan Saowaros menghangat, dan rindu kian nampak di sana. "Peace Lily tak mudah dirawat, salah sedikit akan merusak putih bunganya, yang mengurangi keindahannya. Kata ayahmu Mama seperti bunga itu, Mama jenis keindahan yang sensitif, perlu kehati-hatian, perlu perawatan tinggi."

The Sun Also SetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang