Prithee, Sun, Turn To His Grace 13/3

109 22 1
                                    

"Aku minta maaf mengganggu malam-malam."

Gun masih dalam keadaan syok karena kehadiran Davika, meski perempuan itu bersikap sangat ramah. Dia langsung menyapanya dengan hormat tadi, tersenyum, dan bertanya apakah dia boleh masuk atau tidak.

Gun berharap ia mengatakan tidak boleh, tetapi perempuan itu sudah ada di ruang duduk sekarang, karena ia tak enak mengusir tamu.

"Kita belum pernah bertemu, iya, kan?"

Gun mengangguk. "Iya..."

Davika tersenyum, mengulurkan tangannya. "Aku Davika Hoorne. Aku tinggal di Berwick-upon-Tweed, aku berangkat ke sini empat hari lalu," tuturnya.

"Iya."

Davika nampak canggung, tetapi dia harus melaksanakan tujuannya.

"Kau pasti bertanya-tanya kenapa aku ke sini."

Gun mengangguk. "Kenapa?"

"Sebelumnya, kau tahu siapa aku, kan?"

"Tunangan His Grace."

Davika terkekeh. "Iya untuk bersandiwara. Tidak untuk kenyataannya."

Gun mengernyit bingung. "Maksudmu?"

"Tadinya aku hendak datang bersama His Grace, harusnya kami berangkat hari ini. Sebab, dia meminta bantuanku untuk menjelaskan semuanya kepadamu, dan aku bersedia. Namun, pikirku akan lebih baik aku menjelaskan semuanya sendiri agar kau tidak mengira bahwa dia membuat skenario atau semacamnya, karena aku dapat pastikan, dia tidak seperti itu."

Gun tidak memberi tanggapan apa-apa. Namun, ia sudah tentu mendengarkan.

"Dia pasti sangat marah dan kalut karena mendapati aku sudah ke sini lebih awal, tetapi aku melakukannya karena aku ingin membantunya."

Gun masih sama, tidak memberi tanggapan apa-apa. Davika jadi tahu bahwa dia yang memang perlu berbicara lebih banyak malam ini.

"Aku juga marah karena dia tidak jujur soal pertunangan kami, padahal kau kekasihnya."

Mata Gun mendelik. "Kau tahu?"

"Tentu saja." Davika tersenyum. "Aku bersamanya di London saat dia menjemputmu di bulan Juni lalu—tenang, dia hanya mengantarku ke rumah pamanku untuk liburan musim panas."

Gun mengangguk pelan, hanya itu tanggapannya.

"Dia menceritakan padaku perihal dirimu, dia bercerita perihal seseorang yang berarti matahari baginya."

Dada Gun mulai bergemuruh mendengar perkataan Davika. Bertanya-tanya kenapa perempuan itu nampak bahagia. Bukankah seharusnya dia marah? Tunangannya memiliki kekasih lain.

"Itu adalah kali pertama aku melihatnya begitu hidup, matanya bahkan berbinar-binar." Davika tersenyum, menambah kecantikannya. "Dan aku bahagia untuknya."

"Bahagia?" sahut Gun dengan pertanyaan. "Bukankah dia tunanganmu?" Ia bingung.

Davika terkekeh. "Perlu kukatakan bahwa cerita ini akan sedikit konyol."

"Konyol?"

"Well, aku jatuh cinta pada salah satu tentara dari kemiliteran yang berada di bawah resimen dengan wewenang ada pada ayahku yang adalah seorang Marquess. Dia bukan bangsawan, dan kau tahu bahwa tentara tidak begitu kaya, tetapi dia pria terhormat, penuh tanggung jawab, dan dia juga mencintaiku, jadi kami berkencan. Ayahku konservatif, dia percaya bahwa aku harus menikah dengan golongan yang sederajat, atau kalau bisa di atasnya, atau minimal hanya satu tingkat di bawah kami, karena itulah hubunganku dengan kekasihku akan sangat sulit. Bahkan ayahku menjodohkan aku dengan salah satu Count, dan aku tentu tidak mau. Jadi, His Grace membantuku." Davika mengembus nafas berat di akhir ceritanya.

The Sun Also SetsWhere stories live. Discover now