Gray Valentine 17/2

122 23 3
                                    

"Happy Valentine's Day..."

Gun sedang mencoba bermain satu komposisi utuh pada cembalo ketika ibunya datang dan memberinya ucapan itu.

"Happy Valentine's Day, Mama."

Saowaros mengambil tempat duduk di sebelah putranya. "Kau sudah semakin mahir bermain cembalo, mungkin sedikit lagi akan menyaingi ayahmu."

"Kurasa tidak, Mama. Aku hanya memainkan komposisi yang sama berulang kali." Gun berbicara sembari terkekeh.

Saowaros tersenyum. "Setidaknya kau bisa, daripada Mama."

"Mama dapat belajar." Gun kembali menekan-nekan tuts cembalo.

Saowaros memperhatikan Gun, terutama kesenduhan pada rautnya, pada matanya. "Masih khawatir perihal His Grace?"

"Begitulah. Dia berjanji akan pulang saat hari valentine, tetapi dia tak pulang juga."

"Masih jam tiga sore, Miracle. Hari ini masih panjang." Saowaros menghibur Gun.

Gun mengangguk. "Semoga saja dia segera pulang."

"Mimpi itu masih mengganggumu?"

"Sangat, Mama. Aku tak bisa berhenti takut."

Saowaros merangkul lengan Gun, mengelus-elus sayang. "Cobalah untuk melawan rasa takutmu."

Gun tidak tahu harus menanggapi perkataan ibunya yang itu dengan apa, sebab yang ia rasakan selama dua minggu belakangan di luar kendalinya sendiri. Ia mencoba banyak cara, tetapi tidak ada yang sungguh membantunya.

Rasanya seakan Bumi terbelah dua, dan ia mengambang di antaranya, lalu sesekali terbang ke bagian tertinggi, sesekali terperangkap di bagian terendah.

"Miracle..." Suara Saowaros membuat Gun terkesiap, timbul dari larut pikirannya sendiri.

"Maafkan aku, Mama."

Saowaros tersenyum lembut. "Tak apa. Kau begitu merindukannya?" tanyanya.

"Setiap hari. Hari ini ketakutanku bertambah karena His Grace masih belum tiba di sini," tutur Gun jujur.

"Dia pasti pulang, Miracle.."

Gun mengangguk. "Aku tahu, Mama, tetapi ada hal lain yang mengganggu pikiranku."

"Apa itu?" tanya Saowaros penasaran.

Gun bertatapan sendu, penuh kekhawatiran dan rasa takut. "Aku takut aku tak akan di sini saat His Grace kembali. Aku takut dia tak akan melihat aku lagi."

Tentu saja kata-kata Gun membuat Saowaros bingung hingga kulit keningnya mengkerut membentuk lipatan-lipatan halus sebagai respon.

"Maafkan Mama, Mama tak begitu paham maksudmu."

"Aku juga tak paham dengan diriku, tetapi aku tak bisa menahan pikiran itu, tak bisa menahan mulutku untuk tidak mengatakannya." Nafas berat Gun berhamburan di udara, dadanya sesak. "Ini melelahkan. Aku berharap isi kepalaku bisa dikeluarkan sejenak agar aku bisa beristirahat dari berpikir tidak baik, Mama."

Saowaros beralih meraih tangan Gun dengan cepat, kemudian mengelus-elus. "Tenangkan dirimu, Miracle. Nanti kau bisa sakit kalau terus berpikiran buruk."

"Aku mencobanya, Mama."

"Bagaimana jika dirimu ke pondok? Kau kan sedang membuat mainan untuk bayi Janhae karena yakin dia akan segera memiliki bayi bersama Harit." Saowaros sedikit terkekeh.

Gun mengangguk. "Mama benar. Aku akan ke pondok sekarang."

Lalu ia ke pondok kerajinan kayu miliknya. Tak disangka-sangka ia sudah menghasilkan lumayan banyak karya yang ditata rapih pada rak kayu di utara dalam pondok itu.

The Sun Also SetsWhere stories live. Discover now