Gray Valentine 17/1

138 22 2
                                    

But it is time to go, I must go;
And what we thought, and silenced, no one shall know...¹

Gun berpikir Harit dan Janhae bercanda perihal akan menikahi satu sama lain, itulah mengapa sampai hari ini ia masih suka menggeleng-gelengkan kepalanya sembari terkekeh karena tak menyangka bahwa kedua teman baiknya itu tidak bercanda.

31 Januari 1814 kemarin, Harit dan Janhae menikah, benar-benar menikah. Gun duduk di bangku Gereja, masih syok saat melihat Janhae diantar New menuju altar, tempat Harit menunggu. Lalu prosesi demi prosesi mereka ikuti, sampai akhirnya Janhae resmi menjadi Mrs. Cheewagaroon.

Hari ini, kedua pengantin baru itu telah berangkat ke Liverpool untuk berbulan madu. Gun sudah langsung merindukan keduanya, membuat hatinya sendu.

Namun, sebenarnya, bukan itu alasan utama hatinya begitu sendu hari ini. Ada alasan lainnya, alasan yang ia tahu harusnya tidak perlu dipikirkan, tetapi tetap saja itu berakhir membebaninya.

Semalam, Gun kembali bermimpi buruk. Ia bermimpi kehilangan cincin yang Off berikan saat melamarnya, cincin pertunangannya. Meski ia bangun dengan cincin itu masih senantiasa melingkari jemarinya, ia tetap gelisah memikirkan kenapa dirinya mengalami mimpi seperti itu.

Beban pikiran itu yang kemudian menjadikan hatinya begitu sendu sejak pagi tadi.

"Miracle, ada apa?"

Saowaros dan Gun sedang duduk di ruang duduk The Anderston. Saowaros mendengar helaan nafas berat putranya, karena itulah dia bertanya.

Gun tersenyum, menggeleng. "Tidak ada apa-apa, Mama."

"Jangan berbohong. Kau tahu Mama selalu bisa tahu setiap kali dirimu berbohong," tutur Saowaros.

Gun menunduk, menatap cincinnya. "Aku bermimpi kehilangan cincinku, Mama. Itu sangat menggangguku."

"Mimpi semalam?"

"Mimpi semalam."

Saowaros tersenyum lembut, "Mama mengerti itu jelas mengganggu dirimu, tetapi bukankah lebih baik untuk tidak memikirkannya? Cincin itu masih ada di jarimu, kau hanya perlu mengingat fakta itu. Biarkan mimpi hanya menjadi mimpi." Tuturnya mencoba menghibur Gun.

"Kurasa Mama benar, aku buang-buang waktu dan tenaga dengan memikirkan mimpi itu," tanggap Gun.

Saowaros mendekati Gun, kemudian meraih tangannya, memperhatikan cincinnya. "Mama masih sering tak menyangka bahwa kau telah menjadi tunangan His Grace."

"Well." Gun tersenyum sebentar. "Aku juga sesekali merasa ini seperti tak nyata."

"Kau bahagia?"

"Sangat." Gun tidak perlu berpikir untuk itu. "Aku sangat bahagia karena dirinya," lanjutnya.

"Kalau begitu, jangan biarkan mimpi mengurangi kadar bahagiamu. Jangan merusak ketenangan batinmu dengan memikirkan mimpi itu."

"Kuusahakan, Mama."

"Lagipula cincin itu begitu pas di jarimu, dan kau tidak melepasnya, itu tak akan mungkin hilang."

Gun mengangguk-angguk. "Iya, Mama."

Selagi mereka berbicara mengenai cincin itu, Tay muncul bersama dengan New.

"Sudah selesai dengan urusan kalian?" tanya Saowaros.

"Sudah, Ibu."

"Sudah, Ma'am."

"Tidak ada yang menyulitkan kalian, kan?"

New tersenyum. "Tidak sama sekali, Ma'am. Warga Anderston begitu bekerja sama," katanya.

The Sun Also SetsWhere stories live. Discover now