I Told God About You 7/2

132 27 1
                                    

Gun selalu percaya bahwa London itu sangat mudah dikenali. Sekurang-kurangnya ada beberapa hal yang akan membuat orang lain tahu bahwa—oh, ok! Ini London.

Pertama, Tower Bridge, sebab tak semua kota terpisah antara timur dan barat, sehingga membutuhkan jembatan besar sebagai penghubung, juga alat meminimalisir kemacetan. Kedua, Big Ben, tidak ada kota yang memiliki jam raksasa seperti yang dimiliki London, jika ada, itu tetap tidak akan menyaingi Big Ben. Ketiga, London Eye, seperti namanya 'eye', tempat ini sungguh berfungsi sebagai mata, dari dalamnya orang-orang bisa melihat London.

Ada beberapa hal lainnya lagi, tetapi ketiga hal itu adalah ikon. Ketika sudah tertangkap indra penglihat, maka siapapun akan langsung mengenali London. Dua minggu lalu, sejak Gun akhirnya tiba di ibu kota Inggris itu, baik Tower Bridge, Big Ben, dan London Eye, ketiganya tidak ada. Mungkin karena itulah ia tidak dapat mengenali kota yang selama ini ia yakini sebagai rumahnya.

Thames ada di sini, membentang panjang sepanjang matanya memandang, tetapi tidak ada jembatan di atasnya.

Tak hanya itu, Gun tak dapat mengenali London karena ia tidak melihat ada buses di sana dan sini mewarnai jalanan dengan merahnya yang terang. Tidak ada kendaraan roda dua dan roda empat kecuali kuda dan kereta kuda. Tidak ada gedung-gedung atau komplek perumahan yang biasa dilihatnya, yang ada hanya gedung-gedung yang sebagian besar berarsitektur gotik, perumahan-perumahan yang bergaya georgian.

London yang ini sangat sepi jika dibandingkan dengan yang dikenalnya, ada orang di jalanan, tetapi tidak sebanding dengan orang-orang yang biasa dijumpainya di abad kedua puluh satu.

Dengan demikian, maka dapat dipastikan bahwa harapan-harapan Gun mengenai London itu tidak terwujud. Ia tidak melihat sebuah rumah Nomor 33 1/2 di kanan badan Greenfield Street... rumahnya. Dengan demikian, Gun sampai pada kesimpulan akhir bahwa yang harus ia sebut 'rumah' adalah The Anderston, dan itu ada di Glasgow.

Sama seperti kata Janhae, mereka adalah Keelies atau Weegies, demikian orang-orang Skotlandia lainnya memanggil dan menyebut orang-orang Glasgow. Jika dalam bahasa Inggris universalnya, mereka adalah Glaswegians. Gun adalah Glaswegian, yang akan bangun jam enam pagi untuk menghormati santo pelindung Glasgow, lalu berdoa demi kelangsungan tempat tinggalnya itu.

Setelah dua minggu mencoba mengenali London, dan berakhir gagal. Hari ini, Gun akan pulang ke Glasgow, pulang untuk melanjutkan hidup sesuai yang sudah diputuskannya.

"Gun..."

Gun menoleh, yang memanggilnya adalah seorang gadis cantik bertubuh tinggi ramping dengan penampilan yang anggun layaknya seorang lady, itu Pim, sepupunya, anak bibinya, keluarganya yang selama dua minggu ini memang berlaku seperti keluarga.

"Ya, Pim?"

"Ada surat dari Glasgow."

Gun mengernyit saat menerima surat itu dari Pim, kemudian ia membuka, mulai membaca isinya.

Lilbro, kau bisa marah padaku nanti. Aku tak bisa menjemputmu. Jika kau ingat anak salah satu penyewa tanah yang terkena demam tinggi waktu itu... sayangnya dia meninggal dunia. Aku perlu mengurus ini dan itu untuk membantu keluarganya selama beberapa hari ke depan. Aku yakin dirimu mengerti.

Maafkan aku.

Gun tidak akan marah, ia juga tentu memaafkan Tay. Kakaknya tidak sengaja tidak menjemputnya untuk bisa pulang ke Glasgow. Hanya saja, Gun tidak mengerti, ia tidak mengerti kenapa bunyi paragraf berikutnya dari surat Tay adalah;

His Grace ada di London sejak beberapa hari lalu, aku menulis surat ekspres untuknya dan meminta bantuannya untuk memberimu tumpangan di kereta Glasgow House, dia bersedia, dia akan menjemputmu di hari surat ini tiba, kau tetap bisa kembali ke rumah sesuai tanggal yang ditentukan.
Hati-hati di perjalanan, Lilbro.

The Sun Also SetsHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin