11. Naena? Siapa?

15.6K 612 31
                                    

Laki-laki berbadan kekar, dengan wajah tampannya yang sudah terlihat lesu ini masih saja menatapi layar laptop. Bila diamati betul, kemiripan wajahnya dengan Sastra bisa dibilang cukup sempurna saat ini.

Kalau saja laki-laki berbadan kekar ini usai menyelesaikan garapannya, wajah sumringahnya akan kembali muncul dan tidak lagi dingin seperti ini hingga merubahnya menjadi mirip seperti adik dinginnya.

Dengan tampang layunya, ia masih bertekun menggarap seluruh tugas-tugas barunya, bukan tugas sebagai mahasiswa lagi, tapi manager di Caffe Dahlan's.

Humara Margotayo Dahlan, putra sulung dari seorang pengusaha sukses-Rudi Dahlan, memilih untuk menjadi manager sementara diusaha ayahnya, ini dibilang sementara karna manager sebelumnya memilih keluar karna ingin melanjutkan sekolahnya. Dan Humar sendiri bercita-cita menjadi pengusaha yang mulai dari nol tanpa meminta uang sepeser pun dari ayahnya.

Untuk menghargai seluruh kerja Humar, Rudi memberikannya gaji walau ia meminta digaji sepantaran seperti manager sebelumnya, dan tidak diberi melimpah karna notabenenya adalah seorang anak pemilik caffe yang terkenal hitz di Jakarta.

Bahkan sekarang Humar tak meminta uang jajan dari sosok ayahnya untuk kesehariannya. Sekali lagi, Humar yang meminta semua hal itu untuk gaya hidup mandiri dan dewasanya.

"Kampret nih." Gumamnya, "ah bangke ga mood gue."

Humar langsung merebahkan badannya pada ranjang dengan motif spray tim sepak bola, Barca.

"Susahnya jadi laki-laki sejatiii, Huaaa" Humar memekik dengan suara fals-nya.

"Laper, ada cemilan ga ya?" Gerutunya sambil memegangi perutnya, "ada sih harusnya."

Humar langsung bangkit dari tidurnya, meninggalkan laptopnya yang masih menyala di meja santainya. Ia langsung berjalan keluar dari kamarnya yang jauh dari tangga dan dapur. Sungguh menyebalkan kalau sudah kelaparan seperti ini.

"Ahh"

Seketika Humar menghentikan langkahnya.

"Apaan tuh tadi," ia langsung menengok ke sumber suara yang berada di dalam kamar. Bukan kamarnya. Tapi kamar di bagian ujung, dekat tangga.

"Pelan-pelan, Kak. Sakitt! "

Humar langsung melebarkan matanya, cicitan suara perempuan kesakitan di dalam kamar adiknya, siapa lagi kalau bukan suara Sabrina, istri adiknya.

"Wah, lagi naena nih," gerutunya sambil senyum-senyum ga jelas. Tanpa sungkan-sungkan, ia malah mendekat pada pintu kamar Sastra yang tertutup rapat, sambil senyum-senyum tak jelas.

"Sakit kak. Pelan-pelan, " rintih perempuan nampak menahan kesakitan.

"Parah nih, Sastra. Main naena. Gue abangnya aja kan belum pernah." Gerutu Humar mendekatkan telinganya ke pintu hingga menempel.

"Aww... Sakit kak. Pelan-pelan aja."

Humar semakin menyengir kuda, entah kenapa ia jadi geli sendiri. Awas lo besok. Gue terkam lo pake pertanyaan.

Lelaki itu lebih memilih lanjut berjalan daripada mendengar suara yang malah membuatnya kepengen sendiri. Lagipula, rasa laparnya juga lebih penting daripada mendengar rintihan yang sebenarnya menarik itu.

****

Dengan intens, Sastra merebahkan Sabrina di atas ranjang super kingnya secara perlahan dengan posisi duduk bersandar di senderan ranjang. Ia tak kuasa bila melihat gadis anggun yang berada dalam gendongannya ini merintihkan rasa sakitnya.

SABRINA & SASTRAWhere stories live. Discover now