26. Akur

9.7K 507 43
                                    

"Wah, jadi ternyata lo selemah ini ya."

Sastra terdiam. Kaki dan tangannya diikat kuat, tubuhnya terduduk di bangku kayu, dalam sebuah ruangan pengap dan pencahayaan minim. Lampu neon yang tak bisa dikatakan berpijar terang itu membuat suasana kian mencekam. Ditambah lagi seorang cowok dihadapan Sastra ini sepertinya berniat memanfaatkan momen kecurangannya dan sewaktu-waktu bisa menjadi hilang kendali karna emosinya.

Tepat satu bogeman melayang dipipi kiri Sastra. Membuat cairan darah mengalir disudut bibir merahnya. Ia tak bergerak atau berusaha melawan. Ia hanya menatap penuh pada cowok dihadapannya. Bukan tatapan benci atau sengit, tapi lebih seperti memperhatikan gerak-gerik cowok brengsek tersebut.

"Ayo lawan gue, Sas! Mana? Kok malah duduk anteng gitu." Cowok berambut jambul itu melepaskan jaket bombernya. Membuangnya ke sudut ruangan begitu saja dan menyisakan kaos hijau tua dibadannya.

Ia menatap Sastra lekat-lekat, "Jadi siapa yang penjantan lemah sekarang? uhm?"

Sastra membalas tatapan lawannya, "Masih tetep lo"

Bughh

Satu pukulan ia berikan dengan penuh amarah pada Sastra. Sorot matanya berpenjar sengit mendengar Sastra yang selalu punya jawaban atas pertanyaannya, entah karna ia terlalu emosi atau Sastra yang menjawab pertanyaannya dengan ketus.

Sekarang ini Sastra nampak tak karuan penampilannya. Sudut matanya yang mulai membengkak biru, sudut bibirnya yang mengalir darah, bahkan darah di sekitar pelipisnya juga mulai mengering tanda sedari tadi darah terus bercucuran keluar dari kulitnya. Punggung Sastra juga terasa remuk ketika sebongkah kayu tadi sengaja dilemparkan kuat kearahnya. Belum lagi tubuhnya tadi dihempaskan kuat di dinding saat dirinya tak sadarkan diri.

"Lo dan saudara lo itu sampah, Sas! Sama-sama bajingan!" Amuk cowok dihadapan Sastra.

Sorot matanya berubah menjadi berkaca-kaca tapi tetap menunjukkan aura kemarahan. Wajahnya menunjukkan aura letih dan kotor, dalam hatinya ia merasakan kekecewaan, tapi juga merasakan penyesalan,

"Gue tahu lo sama Aldo deket sama satu cewek." Ujarnya.

"Gue gak bakal biarin kalian berdua bisa dapetin hatinya."

Cowok itu menghela nafasnya, "Dia bakalan hancur ditangan gue."

"Sabrina kan namanya?" Ia tersenyum remeh.

"Brengsek! Ga usah bawa-bawa Sabrina!" Suara berat dari arah belakang menggema tak suka, sorot matanya juga marah, tapi ia berusaha tetap tenang.

"Wahh, dateng juga ya lo"

Aldo mengalihkan pandangannya sejenak pada Sastra. Ia terhenyak untuk beberapa saat melihat keadaan Sastra sekacau itu. Sorot matanya juga lelah, tapi tetap tajam namun tenang. Boleh dikatakan, pembawaan kedua cowok ini sama-sama tenang, meskipun manusia brengsek dihadapan mereka mampu berubah menjadi singa kala tersulut emosi.

"Lepasin dia" Aldo mengarahkan dagunya pada Sastra.

"Wahhh," Cowok dihadapannya merekahkan senyum, "Lo pikir gue sebaik itu buat ngelepasin sepupu lo?"

"Maksud lo apa sih jing?" Ketus Aldo sarkastik. Emosinya mulai naik, tapi ia tetap berusaha tenang.

Cowok itu terkekeh, "Sengaja aja."

"Lagipula kayanya kita udah lama gak kumpul bareng kan?" Lanjutnya lagi.

Aldo berdecih, "Just dream. You're never have friends again."

"Oh? But, i'll have a girlfriend." Ucap cowok itu tersenyum, "Maybe Sabrina?"

"She's good girl. Beauty. uhmm, and delicious?" Ujarnya berani.

SABRINA & SASTRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang