65. History

8.6K 476 228
                                    

Keadaan hati Sabrina saat ini sangat baik. Setelah pagi ini ia diantar naik motor dengan Sastra, dan tentunya obrolan kecil yang tercipta dengan cowoknya. Gadis itu berjalan melewati koridor kelas dengan wajah berseri yang merona merah muda.

Bibirnya yang tak henti mencetak senyum ramah kepada siswa-siswi yang menyapanya, sepasang mata yang memandang lembut juga berkaca-kaca, serta rambutnya yang terurai panjang tertutupi tas sekolahnya itu membuat Sabrina terlihat seperti anak kecil yang paling bahagia.

"Sabrina!" Pekik suara perempuan yang tengah berada di dalam kelas, yang baru saja Sabrina lewati.

Sontak, gadis berkulit putih susu itu langsung berhenti, dan menoleh ke sumber suara.

Sabrina memasang wajah bingung. Dia sudah berada di lorong kelas dua belas, tapi masih saja ada yang memanggilnya. Padahal, seharusnya sekarang anak kelas dua belas sedang asyik  meliburkan diri.

Ia mendongak. Memastikan papan kelas yang menunjukkan kelas dua belas tersebut.

Beriringan dengan terdengarnya hentakan kaki yang sedang berlari dari dalam kelas itu, membuat Sabrina langsung menaruh perhatiannya pada seorang perempuan yang cukup dikagetkan kehadirannya tersebut.

"Loh? Kak Wina masuk sekolah?" Tanya Sabrina membuat kakak kelasnya itu mendengus kesal.

"Gue dibohongin sama monyet! Katanya hari ini ada pengumuman penting! Nyebelin tau nggak?!" Wajah Wina terlihat kesal, rahangnya mengatup kencang dengan alis yang menyatu, bertanda marah.

Sabrina mengernyit heran, "siapa monyetnya?"

Wina menarik nafas, lalu membuangnya, "Adim! Pas gue masuk, malah nggak ada orang! Tai banget! Gue kesel!!!"

Cewek dihadapan Sabrina itu menghentak-hentakkan kakinya, tangannya juga sampai mengepal kuat dengan gigi yang menggertak kencang. Emosi Wina tidak bisa tertahan.

Sabrina sendiri hanya bisa merespon bingung sekaligus iba. Sebenarnya kalau Wina tidak semarah ini, cewek itu mungkin bakalan tertawa dengan kejadian lucu ini. Bisa-bisanya, kakak kelas yang memang terkenal musuh Adim ini, tertipu musuhnya sendiri.

"Terus kak Wina mau pulang sekarang?" Tanya Sabrina dengan raut wajah serius.

Wina menghela nafas, kesalnya masih tersisa, "nggak tahu. Gue kesini bareng bokap. Gue pikir baliknya bisa bareng yang lain, tapi nyatanya gue malah ketipu."

Sabrina terdiam, berfikir sejenak, "Naik ojek online aja gimana? Aku orderin sekarang?"

Wina menggeleng, "Nggak. Gue gak mau rugi."

"Gue suruh Adim ke sekolah, buat nganter gue ke rumah. Nggak tanggung jawab kalau dia nipu gue, terus enak-enakan di rumah." Ujar Wina sambil mengecek ponselnya kembali.

"Emang Kak Adim mau tanggung jawab?" Tanya Sabrina.

"Kalau nggak mau tanggung jawab, gue aduin ke Sastra. Biar gak keterlaluan kalo jahil!" Ucap Wina yang membuat Sabrina mengernyit heran.

"Kenapa ngadunya ke kak Sastra?" Tanya Sabrina penasaran.

Wina langsung mengalihkan pandangannya, menatap Sabrina dengan ekspresi panik, "Eh, Jangan salah paham!!!"

"Gue cuman minta perlindungan aja kok, ke Sastra. Soalnya dari kelas satu, gue digangguin mulu sama Adim sama Zafar." Ucap Wina panik, "Sastra tuh kaya pawangnya mereka berdua. Soalnya si duo ubur-ubur tuh kalau becandaan kadang nggak pakai mikir. Kaya sekarang gini."

"Jangan cemburu ya, gue cuman minta tolong aja kok ke Sastra. Nggak baper, suwer!" ujar Wina yang diakhiri dengan dua jari, tanda peace.

Sebenarnya, Sabrina sendiri juga tidak cemburu. Ia hanya penasaran, kenapa ulah iseng Adim yang nyebelin itu, dilaporkan ke Sastra yang tidak ada sangkut pautnya. Ya, kecuali kalau Sastra adalah bapaknya Adim.

SABRINA & SASTRAWhere stories live. Discover now