50. Broken heart

8.6K 464 28
                                    

Lampu lalu lintas yang menunjukkan warna merah, memerintahkan pengendara untuk menghentikan kendaraannya. Hal ini memberikan kesempatan pada Sastra untuk menatap gadis yang tengah duduk disampingnya dengan pandangan keluar jendela mobil.

Diperhatikannya dengan seksama, lewat dari pantulan kaca, cucuran keringat tanda rasa panik dan risau disekujur kening dan leher Sabrina memperlihatkan jelas bagaimana khawatirnya cewek itu pada Aldo.

Dengan lembut, Sastra menatap sudut mata Sabrina.

"Khawatir banget sama Aldo?" Tanya Sastra tenang. Jauh berbeda dengan Sabrina yang langsung menoleh dan menatapnya dengan rasa gelisah.

Tatapan gadis tersebut mengkilau, penuh dengan baluran air yang menyelimuti bola mata.

Sastra terdiam beberapa saat melihat wajah Sabrina. Aura wajah gadisnya itu berubah, tidak seperti biasanya yang terlihat charming ataupun cute.

Rambut Sabrina yang selalu ingin diikat cepol, hingga menyisakan rambut dibagian leher. Juga wajah bersih yang terbasahi keringat dan membuat anak rambutnya menempel di kening dan pipinya, membuat Sabrina mirip anak kecil yang sedang menunggu jemputan pulang sekolah.

Sastra ingin menertawakan sebenarnya. Tapi masalahnya yang membuat Sabrina khawatir adalah hal yang membuatnya tak suka. Sabrina sedang mengkhawatirkan sepupunya Aldo, padahal sedang berdua dengannya.

Mungkin kalau Sastra mau mengakui, ia cemburu sekarang.

"Dia gak pernah kena kasus kaya gini. Dia gak pernah sekasar ini. Dia gak pernah ngamuk sampai nonjok orang lain," Ujar Sabrina begitu saja, "iya aku khawatir sama Aldo."

Sabrina menatap penuh nanar pada Sastra yang memandangnya penuh ketenangan.

Sastra menarik nafas dan menghelanya begitu saja. Ia kembali memandang lurus ke depan, yang bertepatan nyalanya lampu hijau.

Ia melajukan mobilnya, memandang sekilas pada spion mobil bagian kanannya. Cowok itu terdiam, dan fokus membawa kendali mobil.

Sabrina memalingkan pandangan pada Sastra. Ibu jari tangan kanannya yang entah kenapa ingin ia gigit itu membuat gelagatnya begitu panik.

Kekhawatirannya ini dimulai sekitar sepuluh menit yang lalu. Setelah ia menerima telfon dari Reina, teman kelasnya yang memberi kabar bahwa Aldo baru saja masuk ke ruang kesiswaan perihal masalah perkelahian.

Lebih tepatnya, Aldo menonjok Hildam yang terkapar tak melawan.

Sabrina memejam mata sejenak, menarik nafas dan menghelanya. Ia tahu, Aldo bukan cowok yang mudah melepas amarah kalau tidak merasa terkekang karna masalah yang cukup berat untuknya.

Ia takut, sesuatu hal terjadi pada Aldo yang ia yakin tidak mampu diterima saat-saat Aldo sedang letihnya mengurus festival sekolah.

Laju mobil Sastra tidak seperti biasanya yang gesit dan cepat. Kecepatannya saat ini terasa begitu tenang, sangat tidak pas dengan keinginan Sabrina yang terburu-buru.

Ia menoleh, menatap Sastra yang terlihat begitu tenang membawa mobil.

Seolah-olah tahu, bahwa Sabrina akan meminta untuk melajukan mobil lebih cepat. Sastra memutar stirnya dengan tenang, membelokkan ke jalan yang penuh dengan jajaran mobil dan motor lainnya.

"Kenapa dibelokin ke sini?" Sabrina mengernyit, memandang jalanan yang sekarang penuh mengantri dengan mobil lainnya.

"Deket lewat sini." Jawab Sastra ringan.

Mata Sabrina membulat sempurna mendengar jawaban Sastra yang begitu tenang dan terseling menyebalkan. Padahal jalan yang kini sedang mereka lalui tengah padat merayap, dan bila Sastra tadi tetap melajukan mobilnya lurus. Mungkin kurang lebih lima menit, mereka akan sampai di gerbang belakang sekolah.

SABRINA & SASTRAWhere stories live. Discover now