27. Cerita dari Hildam

10K 426 11
                                    

Aku lagi suka pake emot text nih \(‾▿‾\)┌(_o_)┐ (/‾▿‾)/┌(_o_)┐

Ulalalaa ~(˘▾˘~) ~(˘▾˘)~ (~˘▾˘)~"

Selamat membacaaa ξ\(⌒.⌒)/ξ

***

Sabrina terbangun dari tidurnya. Ia menetralkan nafasnya yang tak beraturan. Keringat dipelipisnya terus bercucuran, wajahnya nampak kaget tapi ia berusaha tenang. Ia tahu bahwa baru saja mengalami mimpi buruk.

"Jangan parno, jangan parno, jangan parno." Gumamnya pada diri sendiri.

Setelahnya ia rasa tenang, ia menghela nafasnya. Melirik ke balkon kamar. Biasanya seorang cowok dengan kebiasaan telanjang dadanya selalu berdiri disana dengan rokok atau secangkir kopi. Atau paling tidak ketika Sabrina terbangun, cowok itu buru-buru mematikkan rokoknya.

Sabrina jarang bahkan tidak pernah mendapati Sastra yang masih tidur pulas ketika ia bangun. Selalunya Sastra sudah selesai mandi atau duduk bersantai di balkon kamar. Seperti orang yang tidak pernah tidur sepanjang hidupnya.

Ia menghela nafasnya, cowok itu tidak pulang semalaman. Ia fikir, Sastra akan pulang ke rumah setelah mengabarinya, atau paling tidak, pulang pagi hari, mengingat kemarin ia menjawab pesan Sabrina jam setengah satu dini hari.

Jam menunjukkan pukul tujuh lewat sepuluh menit. Rasanya Sabrina ingin meliburkan diri karena hari ini memang hari bebas. Dimana para guru sedang rapat mengenai ujian sekolah kelas dua belas yang akan dilaksanakan beberapa minggu ke depan. Dan sedangkan untuk siswa, boleh meliburkan diri atau masuk sekolah hanya untuk menikmati jam kosong, terkecuali untuk siswa yang masih punya tanggung jawab di osis dan ekskul sekolah.

Bila saja Sabrina tidak mengikuti ekskul teater, mungkin gadis itu kembali merebahkan tubuhnya di kasur. Atau paling tidak nonton tv di bawah, bersama Kak Humar.

Sabrina segera menyiapkan seragam sekolahnya, bersiap-siap untuk mandi dan bergegas pergi ke sekolah. Ia terlalu malas untuk saat ini.

***

"Lah? baru berangkat sekolah?" Tanya cowok berbadan kekar yang sibuk mengaduk kopinya.

Sabrina mengangguk, "Iya kak. Hari bebas."

Cowok itu mengangguk tanda paham, ia tahu apa yang dimaksud dengan hari bebas, karna memang cowok itu sebelumnya bersekolah di tempat yang sama dengan adiknya dan Sabrina. Selesai mengaduk kopinya, Humar berjalan mendekat ke meja makan. Dimana Sabrina berdiri di sana sambil sibuk mengoles roti tawar dengan selai kacang.

"Mama sama papa emang jarang di rumah, jadi jarang juga sarapan atau makan bareng." Ujar Humar yang membuat Sabrina menaruh pandangan padanya, "Biasalah, mereka sering liburan sama sibuk kerja. Jadi lo jangan merasa kesepian ya disini."

Sabrina mengangguk, "Iya. Kak Humar gak ke caffe?"

"Tadinya sih niatan gitu, tapi ga jadi." Kata Humar.

"Kenapa?" Tanya Sabrina mengernyitkan alisnya bingung.

Cowok itu jadi diam, berfikir apa yang harus ia katakan. Tapi akhirnya ia memilih menggelengkan kepalanya sambil menyengir, "Gak mood."

****

Sabrina mulai memasuki kawasan sekolah. Ia mengedarkan pandangan pada sudut-sudut sekolah. Suasananya cukup sepi dibandingkan dengan hari kegiatan belajar mengajar sebelumnya. Ia berjalan dengan santai, melewati beberapa siswa yang sibuk berjalan cepat atau mungkin berlari-lari kecil.

Ya, mereka sedang sibuk mempersiapkan video profil sekolah untuk ditunjukkan nanti ketika pentas seni sekolah dilaksanakan. Mereka memilih untuk mengambil gambar di hari bebas karena selain sekolah jadi terlihat agak sepi, mereka jadi lebih mudah untuk mengambil gambar sesuai yang mereka mau.

SABRINA & SASTRAWhere stories live. Discover now