28. Pengakuan

10.6K 539 21
                                    

Sastra memejam kan matanya sejenak. Menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya. Sengaja ia membuka jendela apartmentnya, membiarkan angin masuk dan membawa keluar asap rokok yang ia ciptakan.

Seputung rokok memang membawa suasana hatinya sedikit tenang. Setengah badannya yang dibiarkan telanjang itu menampilkan banyak memar di daerah punggungnya. Beberapa lebam juga tedapat di bagian perut dan sudut matanya. Gumpalan darah yang mulai mengering di sudut bibirnya ia biarkan begitu saja.

Rokok itu bagai obat penghapus laranya.

Aldo menukik alisnya ketika ia baru saja selesai membersihkan diri, sudah mendapati sepupunya itu berdiri di depan jendela. Ia nampak terlihat baik-baik saja, padahal semalam ia dipukuli habis-habisan oleh cowok gila yang hilang kendali.

"Masih ngerokok aja lo." Ujarnya memecah keheningan.

Sastra melirik ke arah sepupunya yang berjalan mendekat pada sofa ruang tengah, dan meraih handphonenya di sana.

Aldo juga membiarkan ucapannya itu menghilang tanpa ada sahutan dari Sastra. Ia  tahu, menghadapi Sastra yang memang tak banyak omong dibanding dirinya itu perlu rasa sabar.

Aldo mulai menelisik pesan masuk di handphonenya. Kebanyakan pesan masuk adalah urusan osis dan grupchat kelas. Beberapa juga ada yang dengan sengaja mengirimi ia pesan berupa sapaan. Yang seringnya adalah cewek-cewek yang mempunyai niat mendekatinya.

Ia memejamkan matanya sejenak, menghela nafas kemudian mematikan handphonenya. Akhir-akhir ini otaknya terus bekerja tanpa henti, waktu yang sedikit untuk beristirahat membuat wajah Aldo terlihat sangat lelah.

"Gue mau balik dulu." Ujar Aldo.

Sastra menitiskan rokoknya ke asbak. Ia menoleh dan menatap pada Aldo, "Naik apa lo?"

"Taksi." Jawab Aldo singkat.

"Kalo lo mau, lo bisa bawa mobil gue." Ujar Sastra.

Aldo menoleh, mendapati Sastra yang juga menatapnya datar. Kemudian ia terkekeh, dan memilih mengabaikan tawaran Sastra.

"Lo buruan makan, nanti mati. Nyusahin." Pungkasnya beranjak dari sofa dan berjalan mendekat ke arah pintu.

Sastra membalikkan badannya, memandang tangan Aldo yang mulai menyentuh knop pintu.

"Thanks." Ujar Sastra membuat Aldo terdiam untuk beberapa saat.

Aldo mengangguk sebagai jawaban, kemudian cowok itu berlalu keluar dari apartment Sastra. Hatinya sedikit terhenyak, ternyata sepupunya itu masih punya thanks di dalam kamusnya. Ia fikir cowok itu masih menjengkelkan. Ada sedikit perubahan dari dirinya.

***

"Thankyou! udah mau nganter" Seru Sabrina ketika mobil yang dikendarai Hildam berhenti di lobby gedung apartment. Hildam mengangguk ketika Sabrina dengan lucunya tersenyum senang padanya.

"Gue langsung balik aja ya." Pamit Hildam yang kemudian dijawab anggukan Sabrina, "Sekali lagi makasih ya."

"Iyee." Jawab Hildam.

Sabrina langsung melepas safebealtnya, dan bersiap-siap membuka pintu mobil. Tapi betapa kagetnya, tiba-tiba Hildam melajukan mobilnya lagi hingga membuat Sabrina hampir terpentok dashboard mobil.

"Aduh!" Pekik Sabrina kaget, ketika tubuhnya terhuyung maju.

"Sorry-sorry," Jawab Hildam fokus mengendarai mobilnya, dan sepintas melihat spion mobil.

Dengan wajah seriusnya, Hildam  membelokkan mobilnya ke basement apartment dimana biasanya penghuni apartment memarkirkan kendaraan pribadi. Dan kemudian menghela nafasnya,

SABRINA & SASTRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang