62. Malam-Malam Kumpul

6.8K 479 105
                                    

"Kalian habis darimana? Tumben berduaan"

Wanita paruhbaya yang tengah memakai piyama itu berhenti berjalan, menoleh ke dua putranya yang baru saja muncul dari pintu masuk. Tentunya dengan wajah datar seperti biasanya.

"Minimarket, ma." Jawab Sastra, tersenyum tipis.

Rima yang mendapat jawaban dari putra bungsunya itu ikut tersenyum sebagai balasan, lalu ia mengalihkan pandangannya pada Humar, dan tentunya bungkusan plastik ditangannya.

"Itu apa?" Rima menaikkan sebelah alisnya.

"Nasi goreng spesial udang! Enak nih ma! Ditraktir Sastra." Humar merekah senyuman, menaik turunkan ke dua alisnya.

Raut wajah Rima berubah, menahan tawanya sembari menggelengkan kepalanya kecil.

"Mama baru aja selesai masak," Ucap Rima menahan senyumnya, "Nasi goreng spesial udang juga."

Sontak Humar yang mendengar pernyataan Rima, menarik nafasnya kaget, dengan wajah penuh penyesalan.

"Lah???" Humar menoleh ke arah Sastra, "Kok lo nggak bilang mama bikin nasi goreng?"

"Ya mana gue tahu!" Sahut Sastra ikut kesal.

"Yah anjir, tau gini gue minta martabak manis aja," Humar berdecak, mengangkat bungkus mendekat, mengecek di nasi gorengnya dengan harapan bisa berubah, "Ya terus ini gimana? Mubazir banget."

"Ya itu jangan dibuang, lo nggak usah makan masakannya mama. Jatah lo buat gue." Sahut Sastra yang langsung ditolak Humar.

"Nggak bisa lah! Mama number one!" Protesnya.

Rima hanya tertawa, "Ya udah, itu buat satpam komplek aja."

Humar terdiam, menunduk lagi dan kembali melihat nasi gorengnya yang masih dibungkus rapi.

"Udah sana, buruan dianter! Jangan dibuang! Awas aja lo!" Ujar Sastra, lalu mengalihkan pandangannya pada ibunya, "Ma, Sastra ke atas dulu."

Rima mengangguk, "Iya. Nanti buruan turun. Kita makan, Sabrina juga."

"Iya," Sastra tersenyum.

"Mama lihat dia kok kaya capek banget gitu ya? Apa karna mau ujian kenaikan kelas? Jadi keliatan lesu gitu." Ujar Rima serius.

"Biasalah ma, ngejar materi yang ketinggalan." Jawab Sastra paham dengan gadisnya itu.

Rima mengangguk, "ya udah. Pokoknya dia jangan sampai telat makan. Jangan dibiarin kelaperan, awas aja kamu kalau sampai tega!"

"Iya, kanjeng mami." Sastra tertawa, lalu melangkahkan kakinya pergi menuju ke tangga.

****

Sastra duduk di atas kasurnya, menunduk mengamati ponselnya yang ia usap dengan ibu jari tangannya. Satu persatu pesan masuk ia baca, beberapa ada yang sempat ia balas, lainnya ia biarkan begitu saja karna tidak terlalu penting.

Beberapa nomor baru juga mengirimnya pesan, hanya pesan sapaan yang kemudian di balas Sastra dengan bertanya nama dan ada urusan apa.

Kalau hanya nama, lalu disertakan kelasnya, paling-paling hanya pesan dari siswi sekolahnya. Yang tak lain adalah mengajaknya berkenalan. Tak sedikit yang Sastra abaikan, sisanya paling hanya sekedar teman.

Seperti pentolan cewek sangar kelas ips dan beberapa teman kelas 'Pasukan Tanpa Nama' yang biasanya iseng-iseng. Lainnya hanya angin lalu.

Tepat ketika Sastra usai membaca pesan masuk di ponselnya, Sabrina keluar dari kamar mandi yang wajahnya tampak lebih segar dengan rambut cepolnya yang sedikit basah.

SABRINA & SASTRAWhere stories live. Discover now