20. Apartment

12.8K 506 5
                                    

"Al," Seorang perempuan berparas cantik kini berdiri di dekat Aldo yang tak lepas dari laptopnya. Dari awal ia masuk kelas sampai sekarang sudah waktunya pulang, pria tampan dihadapannya itu hanya berkutat serius pada laptopnya.

Karna merasa tak ada jawaban, Gigha menarik bangku dan duduk di samping Aldo. Berharap pria tampan tersebut menoleh dan memberinya sedikit perhatian.

"Hildam orangnya asik diajak ngobrol yah," Gigha buka suara. Mencoba topik yang bagus untuk obrolannya dengan Aldo.

"Dia kayanya juga baik. Tadi mau ngajakin gue pulang bareng tapi gue tolak." Lanjut Gigha antusias.

Aldo tak melepas pandangannya dari laptop. Matanya kian memincing ketika ada kejanggalan di proposal yang ia koreksi saat ini.

"Menyimpang banget nih duit," gumamnya tak percaya. Kemudian ia menutup laptopnya, meraih tas ransel hitamnya, dan beranjak dari bangku.

Gigha mengernyit, karena sama sekali tak ada respon untuknya.

"Aldo!" Gigha memekik tak terima. Ia ikut beranjak berdiri.

Merasa terpanggil, Aldo menoleh perlahan dan tersadar mendapati gadis dihadapannya tak segera pulang, "Apa?"

"Kacang ya," Gigha gemas melihat respon Aldo yang menatapnya datar. Seolah-olah tak terjadi apa-apa.

"Gue mau ke ruang osis. Bukan ke kantin. Kalo mau nitip kacang sama yang lain aja atau lo ke kantin sekalian pulang." Tutup Aldo. Ia meraih laptopnya dan melangkah keluar kelas, pergi meninggalkan Gigha yang menatap tak percaya ke arahnya.

Sumpah ya. Ganteng tapi rese.

*****

"UNO!!!"

Sabrina memekik girang ketika ia tinggal membawa satu kartu ditangannya.

Sastra hanya merekah senyumnya, ketika ia baru menyadari gadis dihadapannya sedang beruntung bermain uno dengannya.

Mereka berdua kini berada diranjang ukuran besar. Sastra duduk bersandar di kepala ranjang dan kaki yang ia selonjorkan. Sedangkan Sabrina duduk di samping Sastra, dan penuh berharap permainan kartu uno ini akan dimenangkan olehnya.

"YES!!!" Pekik Sabrina girang ketika ekspetasinya benar, "Menang!" Ia tersenyum lebar ke arah Sastra.

Sedangkan Sastra hanya mengernyit ketika hal sesederhana ini membuat gadis berambut ikal tersebut memekik girang, "Seneng ya lo."

Sabrina terkekeh, "Jelas lah. Btw yang menang ditraktir kan?"

Apa-apaan? Sejak kapan ada perjanjian seperti ini?

"Perjanjian dari kapan yang menang ditraktir?" Sastra bergedek geli mendengar celetukan ngawur dari Sabrina.

Sabrina hanya menyengir kuda, "dari sekarang."

"Traktir pizza boleh lah," Sabrina menaik turunkan alisnya, memasang wajah penuh harapan dan kebahagiaan pada Sastra.

"Steak sirloin dua porsi. Dan sekarang pizza? Lo gak takut gendut?" Sastra mengernyit bingung. Pasalnya gadis seusia Sabrina biasanya akan berusaha mati-matian untuk menjaga bentuk badannya, bahkan mereka bakal melakoni diet jenis apapun agar tubuhnya tetap ideal dan menarik.

Tapi gadis dihadapannya ini berbeda. Porsi makannya pun hampir seimbang dengannya.

"Kalo aku gendut emang kenapa?" Raut wajah Sabrina sedikit pias ketika mencerna ucapan Sastra yang seolah-olah tak suka. Padahal bukan itu magsud Sastra.

SABRINA & SASTRAWhere stories live. Discover now