61. Lampu Merah Tuh!

6.3K 452 99
                                    

Sudah dua bulan berlalu.

Sabrina kini sudah disibukkan dengan ujian kenaikan kelas. Satu persatu mata pelajaran ia tekuni, tidak ada yang terlewati karna ia benar-benar ingin nilai di rapotnya terus naik.

Gadis itu mengetuk-etukan bolpoinnya di dahi, berfikir bahwa semua jawaban keluar lancar dari otaknya. Ia berjuang keras demi satu soal terakhir yang ia sisihkan sedari tadi.

"Kaya mikir negara aja," Celetuk seorang cowok yang tengah duduk bersandar di pojok kamar.

Sabrina menoleh, mendapati Sastra yang memang sedari tadi memandanginya tanpa usai. Cowok itu sebetulnya tidak benar-benar memandangi Sabrina, justru malah seperti meledek karna dirinya sekarang sudah bebas dari ujian sekolah dan tinggal menunggu hasil snmptn. Iya, cowok brengsek yang sering bolos itu lolos seleksi sekolah dan sekarang nilainya sedang diadu di universitas.

"Nggak usah ngledek!" Ujar Sabrina sewot, dan berpaling dari Sastra yang malah tersenyum sambil memasukkan keripik ke dalam mulutnya.

Detik selanjutnya, tidak ada perbincangan diantara dua insan tersebut. Ruangan kamar itu kini dipenuhi suara renyah dari keripik yang Sastra makan.

Sabrina kembali fokus mengerjakan soal terakhirnya. Tangan kanannya mengulur, membuka lembaran buku sebelumnya, melihat dan mencermati betul rumus yang sudah ia catat sebelumnya.

Gadis itu kembali menorehkan bolpoinnya, mencoba kembali meskipun tidak menemukan jalan keluarnya. Ia seperti menyesal mengerjakan soal pendek dengan jawaban yang panjang dan rumit, belum lagi ketika sudah nyaris menemukan jawabannya, ia salah menghitung. Benar-benar membuat kepala Sabrina panas.

Sastra yang asyik menonton gadisnya itu tertawa, Sabrina terlihat lucu ketika frustasi hanya karna sebuah soal. Cowok itu serasa melihat pantomim dihadapannya. Tidak ada suara atau celetukan mengelitik, hanya melihat gerak-gerik Sabrina, ia mampu tersenyum.

Sambil mengunyah keripik singkongnya yang tidak kunjung habis, gadis dihadapannya itu mendadak ngomel dengan wajah cemberut dan alis menyatu.

"Ish!!! Suara keripiknya biasa aja bisa nggak sih???" Protes Sabrina dengan kesal.

Cewek itu jelas marah. Bukannya membantu, Sastra malah memandanginya dengan wajah tanpa dosa. Ditambah lagi suara renyahnya keripik yang dikunyah Sastra, makin lama makin keras dan terdengar.

"Enak kripiknya. Mau?" Dengan sisa-sisa keripik di dalam mulutnya, Sastra menggerakkan rahangnya kecil. Sembari memasang wajah santainya.

Raut wajah Sabrina yang kesal, kian mengerut semakin dongkol. Cowok dihadapannya ini benar-benar menguji kesabarannya.

"Nyebelin!" Pekik Sabrina sambil mengangkut buku-bukunya di atas meja. Cewek itu beranjak dari bangku belajarnya dan berbalik meninggalkan Sastra.

Lebih baik ia mengungsi di ruang tamu daripada terus-terusan diganggu cowoknya itu.

Tepat ketika gadis itu melangkahkan kakinya keluar kamar, Sastra berceletuk lagi hingga membuatnya berhasil terdiam.

"Celana lo lampu merah tuh!"

Sabrina terdiam beberapa saat, tangannya yang sedang memegang knop pintu ikut terhenti. Cewek itu sebenarnya tidak ingin menggubris ucapan Sastra, tapi suaranya terdengar sebuah peringatan. Yang tidak Sabrina mengerti.

"Bendera jepang tuh dibelakang lo, pantesan galak. Lagi pms?" Lanjut Sastra yang seketika membuat Sabrina berbalik badan, dan memasang wajah kaget setengah malu.

Mata gadis itu melotot, mulutnya mengatup, wajahnya berubah menjadi masam dengan rona merah muda tersirat dipipinya. Ia langsung menempelkan badannya di pintu. Menyembunyikan noda merah yang baru saja menjadi topik perhatian Sastra.

SABRINA & SASTRAWhere stories live. Discover now