17. Terciduk

12.1K 524 6
                                    

Hari ini adalah hari kemenangan untuk Sabrina. Pasalnya perempuan bertubuh mungil yang Sastra bilang pas untuk dipeluk itu, berhasil mengemis pada Sastra agar bolos sekolah.

Dengan pertimbangan yang berat sebelah, Sastra mengiyakan saja.

Ia enggan mendengar rengekan Sabrina yang akan terus mengerak ditelinganya bila tak segera dikabulkan.

"Yakin mau di Smokesas?" Tanya Sastra meyakinkan gadisnya yang sudah senyam-senyum kesenangan.

Sabrina mengangguk yakin.

"Ga usah penasaran sama Smokesas. Beli baju terus pergi. Ga usah ganjen sama pelayannya. Ga usah tanya-tanya atau kepo." Ucap Sastra datar.

"He'em" Jawab Sabrina lempeng.

Sebenarnya Sastra enggan melajukan mobilnya untuk pergi ke Smokesas yang diam-diam pemiliknya adalah dia sendiri.

Yash, Smokesas adalah usaha distro Sastra yang ia miliki semenjak umur lima belas tahun. Memang separuh modalnya ia pinjam dari ayahnya dan uang hasil tabungannya, tapi jauh sebelum ia menikah dengan gadisnya, ia telah mengembalikan uang modal ayahnya bahkan memberikannya lebih.

Rudi Dahlan, ayah kandung dari Sastra menolak mentah untuk menerima kembali apa yang telah ia beri pada anaknya. Tapi sayangnya Sastra lebih keras kepala dibanding ayahnya dan mengembalikannya secara tegas.

Namun akhirnya uang itu jatuh pada Humar, lalu ia memberikan seluruh uang itu pada panti asuhan.Itu karna Humar dan Rima sudah pusing melihat perdebatan ayah dan anak bungsu yang sama-sama keras kepala.

"Udah sampai."

"Hah? Seriusan?" Sabrina langsung celingukan. "Yessh"

"Jangan keluar dulu. Biar gue bukain. Jangan banyak gerak. Kaki lo masih belum pulih" Ucap Sastra dingin.

Sastra keluar dari mobil terlebih dahulu, membukakan pintu mobil untuk gadisnya yang masih diam membatu.

"Keluar," Titah Sastra sembari membukakan pintu untuk gadisnya itu.

Sabrina bergegas keluar, lalu ia berucap, "makasih sayang."

Tak ada ekspresi di wajah Sastra, ia hanya mengernyit bingung, walau sebenarnya ia sedikit speechless.

Sabrina terkekeh melihat Sastra yang tak ada ekspresi seperti biasanya.

"Yuk masukk!" Gadis polos itu langsung menarik tangan Sastra dengan logat care nya.

kaki masih pincang juga-_-

Sabrina berhenti sejenak ketika ia sampai di depan pintu distro Smokesas yang terlihat janggal dimatanya.

"Ini tuh caffe apa distro sih?" Tanya Sabrina sambil memperhatikan dari luar.

"dua-duanya," Sahut Sastra

Sabrina langsung menoleh ke arah Sastra. Sastra hanya mengernyitkan dahinya, seolah olah dia mengatakan Apa? ada yang salah?

"Bodo ah. Yuk masuk," Ajak Sabrina memasuki Smokesas seolah-olah ia yang sering datang.

"Kita beli baju dulu ya. Biar ga keciduk satpol pp. Oke?"

Sastra berdeham.

Sabrina langsung mendekat ke jejeran t-shirt yang digantung rapi sambil memilih-milih.

"Ini kenapa tema bajunya asap semua sih?" Ia mendengus kesal sambil membanding-bandingkan t-shirt satu dengan lainnya.

"Namanya juga smoke-sas" celetuk Sastra tak peduli

SABRINA & SASTRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang