53. Best Part

8.4K 491 114
                                    

Menunggu waktu menuju senja kian menipis. Tak ada satupun yang akan melewatkan salah satu momen bahagia di bangku sma ini. Semua asyik menengadahkan kepala, menatap langit-langit yang mulai hilang oleh pencahayaan. Ditemani alunan musik penghantar kecil sebelum fourtwnty menyanyikan lagu-lagunya.

Tak sedikit orang yang mengangkat ponselnya beberapa kali, mengabadikan momen ini semua di sosial media.

Satu persatu, orang berdatangan mendekat di depan panggung, seperti magnet yang menarik untuk mereka semua.

Canda tawa gurau mereka cicitkan, mengisi waktu luang kala menunggu senja yang hanya tampil beberapa menit saja.

Banyak insan berpasangan di depan panggung, menyelipkan jari jemari tangannya disela-sela tangan kekasihnya. Menikmati sore yang sejuk, dengan hembusan lembut yang mengusap kulit.

Mereka berdiri di tengah-tengah kerumunan yang lebih asyik menikmati senja dengan para sahabatnya. Memaklumi, sepasang insan yang kasmaran ingin menikmati penampakan senja hanya berdua.

Walau mereka tidak benar-benar menikmatinya secara berdua, terkadang teman mereka, satu atau dua berceletuk cie-ciee sebagai peringatan kalau ada yang jomblo disekitar mereka.

Penikmat festival sekolah tahun ini juga cukup membeludak dari tahun sebelumnya. Alumni, siswa-siswi sma lain, bahkan penggemar fourtwnty yang sengaja datang hanya untuk menonton idolanya itu, mulai memenuhi halaman sekolah. Terlihat padat dan sangat cocok menikmati senja bersama-sama.

Tapi cara menikmati senja menurut Sabrina kali ini berbeda.

Cewek yang duduk di pinggir rooftop sekolah, dengan kaki menyilang, serta seporsi takoyaki gurita ditangannya itu tersenyum. Memandang kerumunan orang yang berdiri di depan panggung secara berdesak-desakan, membuat dirinya merasakan tempat spesial.

Sabrina menoleh, menatap Sastra yang tengah meneguk segelas moccalatte yang ia beli disalah satu stand.

Cowok itu menjeda minumnya, melirik gadis yang memandanginya tersebut.

"Kenapa?" Sastra menoleh, bingung karna tiba-tiba saja Sabrina tersenyum manis ke arahnya.

Padahal sejak naik ke rooftop, cewek itu terlihat sangat fokus mengaduk takoyaki yang ia belikan.

Sabrina menggeleng pelan, membiarkan pertanyaan Sastra berlalu. Ia menunduk, menusuk makanan berbentuk bulat itu dengan salah satu sumpitnya.

"Kak Sastra gak mau takoyaki?" Tanya Sabrina sambil menunjukkan takoyaki hasil tusukannya.

Sastra menggeleng, "Udah kenyang."

Sabrina mengangguk paham, kemudian memasukkan takoyaki itu ke dalam mulutnya. Tidak tanggung-tanggung, bola takoyaki ukuran besar itu dikunyah di dalam mulutnya. Otomatis pipi Sabrina menggembung, terisi gumpalan takoyaki yang sengaja ia masukkan.

Cewek dihadapan Sastra itu tidak ada jaim-jaimnya. Mengunyah takoyaki tanpa ragu, menyisakan bumbu merah kecoklatan di bibirnya.

Sambil memandang ke arah panggung yang terbuka sempurna dari atas, juga hembusan angin yang menyapu kesejukan, Sabrina terlihat menikmati suasana diatas rooftop.

"Bentar lagi senja." Ucap Sastra memandang ke langit yang mulai berubah.

Sabrina menoleh ke arah Sastra, mengunyah sisa-sisa takoyaki ke dalam mulutnya, sembari meraih dan menyeruput segelas thai tea yang juga ia persiapkan sebelum naik ke rooftop.

Sabrina terdiam sejenak ketika melihat Sastra dari samping.

Lekuk wajah cowok itu seperti patung yang dipahat sempurna oleh pemahat. Bekas luka yang samar terlihat, rambut hitam legamnya yang sedikit memanjang karna jarang dipotong, sehelainya jatuh dikening. Bibir merah muda Sastra juga menampilkan rona yang menarik dipandang. Meskipun ada noda merah tua diujung, bekas luka pukulan.

SABRINA & SASTRADonde viven las historias. Descúbrelo ahora