54. Posisi Siap

7.5K 383 45
                                    

Pria dengan setelan kaos abu-abu itu meremas ponselnya, geram. Sorot matanya tersirat marah ketika informasi yang ia dengar, mengalir ditelinganya secara lancar. Pasalnya, informasi yang tidak mengenakan itu diceletukkan oleh anak buahnya, yang sedang berdiri disamping sofa merah tua miliknya.

Giginya bergesekan kasar, ketika rahangnya mengatup paksa. Ia menahan emosi, meski sulit ditutupi ketika nafasnya terhela berantakan.

"Cari Sabrina sampai dapet! Gue nggak mau tahu!" Ucapnya datar, meski sirat mata yang menunjukkan amarah itu sulit dibendung.

Para lelaki yang dibayar untuk bekerja penuh kekerasan itu terdiam mendengar perintahnya. Sejenak mereka terdiam, meyakinkan diri apakah pria dihadapan mereka itu mengganti keputusannya atau menundanya.

"Tapi bos, sekolah sedang ramai karna acara pentas seni," Ucapnya beralasan dengan hati-hati, "ini sedikit sulit dan cukup beresiko."

Gara menoleh, menatap anak buahnya yang mulai berani memberinya saran.

"Acara pensi ini memang tidak wajib, bos. Tapi kami yakin, seluruh teman-teman Sastra ada disana. Dan pastinya Sabrina ada di bawah pengawasan mereka semua."

Akurat. Gara merasa pendapat anak buahnya benar. Sangat beresiko bila tiba-tiba anak buahnya menggeret paksa Sabrina di tengah keramaian. Apalagi disana pasti banyak orang yang bakal melawan

Ternyata sulit bagi diri Gara ketika berfikir dengan keadaan penuh emosi seperti ini. Otaknya yang terasa makin lamban untuk bekerja, ia paksakan seolah-olah mampu menyelesaikan setiap rencana-rencana dendamnya.

Jari-jemari tangannya kembali bergerak, mengusap benda pipih yang berada digenggaman tangannya. Mencari nama kontak yang sebentar lagi akan mendapat perintahnya.

Ketika mendapatkan, langsung saja ia menyentuh ikon panggilan dan menanti jawaban.

Satu panggilan tak terjawab.

Dua juga tidak.

Lantas yang ketiga, dengan jeda waktu beberapa menit, Gara menyumpah serapahi pemilik kontak yang ia namai Gigha itu.

Perempuan yang menaruh hati padanya itu s

"Anjing!" Umpatnya yang kemudian beberapa detik setelahnya, beralih menjadi panggilan terjawab.

Dari seberang panggilan, memang disana terdengar jelas dentuman musik yang mendominasi. Bahkan hampir tidak terdengar ketika Gigha menyapa di awal panggilan.

"Ada rencana apa?" Kini suara Gigha terdengar sedikit lebih keras.

"Cari Sabrina secara gamblang!" Titah Gara.

Suara Gara selalu bernada penuh ambisi, tapi perempuan yang mendengar perintahnya itu merasa senang sekali. Suara bass yang serak karna terlalu banyak merokok juga minum-minuman berakohol, malah terdengar menyejukkan dihati Gigha.

Apapun yang diucapkan Gara, seperti candu untuk perempuan itu.

Gigha terdiam beberapa saat, mencerna perintah Gara. Senyuman tipisnya perlahan mengembang, kesabarannya menghadapi Gara benar-benar diuji. Meski karakter Gara yang keras, kasar dan berambisi kuat itu sulit dipahami, tetap saja pria itu punya tempat spesial dihati Gigha.

Perempuan itu mengiyakan permintaan Gara. Ini adalah cara supaya Gara bisa membalas perasaan padanya.

Gara mematikan ponselnya. Lalu melemparkan sembarang di sofa sampingnya. Kakinya ia taruh menyebrang ke meja, berharap penatnya terlepas begitu saja.

"Selinap gerbang belakang sekolah." Titah Gara dengan penuh keyakinan, rencananya berhasil sampai akhir kali ini.

****

SABRINA & SASTRAWhere stories live. Discover now