70. Donor

6.5K 542 348
                                    

Sabrina memekik histeris ketika dirinya berpapasan dengan brankar rumah sakit yang tengah didorong beberapa perawat dengan gerak cekatan dan tergesa-gesa.

Di atas papan usungan itu, seseorang tengah terbaring dengan cucuran darah segar yang berlumur di sekujur tubuh. Membuat siapapun bertekuk lutut lemas, tak kuasa melihat keadaan seseorang tersebut.

Seseorang yang telah mengatakan bahwa ia benar-benar jatuh hati pada sahabatnya, tetapi sekaligus pamit. Ia adalah Aldo.

Sabrina memaksa kakinya, melangkah mengikuti brankar yang buru-buru di dorong para tenaga medis.

Brankar itu menuju di ruang gawat darurat, salah seorang perawat memberi isyarat untuk tidak ada yang boleh masuk selain tenaga medis. Gadis bermata sembab itu terduduk di depan pintu dengan sengguk tangis yang tak bisa dihentikan.

Tentu, Sastra berada di samping Sabrina. Cowok itu langsung memeluk gadisnya, membawa tubuh Sabrina ke bangku. Memberikan pelukan hangat dan usapan lembut di puncak kepala Sabrina.

Disana juga ada Humar dengan seorang gadis dewasa berambut panjang dengan gaya feminim dan lembut. Mereka berdua sama-sama panik, bingung dan kacau.

Pelukan Sastra semakin erat, membisikan setiap kata lembut di telinga Sabrina. Ia berusaha menenangkan tangisan gadisnya itu sejak mendengar kabar Aldo kecelakaan.

Sastra bergeming, matanya terpejam, mengendalikan dirinya  untuk tetap tenang paska mendapat telfon dari Humar yang berada di satu tkp dimana Aldo kecelakaan.

Ingatannya berputar kembali, dimana kemacetan terjadi di Jalan Ahmad Yani siang tadi. Jalanan yang seringnya lenggang berubah menjadi macet total tanpa pergerakan, bunyi ambulance dan kejadian mobilnya yang nyaris terserempet mengiang di kepalanya, sekelebat menyadarkan Sastra. Mungkin ambulance tadi lah yang menjemput Aldo dari kecelakaan.

Sastra menghela nafas beratnya, sembari terus memeluk Sabrina yang menangis dalam dekapannya. Usapan lembut tangan Sastra di atas helai-helai rambut hitam kecoklatan milik gadis itu, cukup ampuh membuat tenang.

"Abang!"

Seorang anak kecil memekik dari ujung lorong. Membuat ke empat orang yang berada di area gawat darurat tersebut menoleh.

Perempuan kecil itu tidak sendiri, melainkan dengan seorang wanita paruhbaya yang terlihat berusaha tegar meski hatinya sedang hancur.

"Tante," Sapa Humar miris melihat keadaan saudari kandung dari ibunya itu.

Humar memeluknya, sebagai bentuk usaha menenangkan dari anak laki-laki kepada seorang ibu.

Ibu kandung Aldo itu tidak banyak berkutik, tapi air matanya mengalir terus menerus. Jelas dari sorot matanya, wanita tersebut sangat rapuh. Anak laki-laki yang ia harapkan dalam keadaan tidak baik-baik. Nyawanya hilang separuh bak di ujung tanduk.

"Tante tenang dulu, Humar bakal jelasin." Humar membawa bibinya itu ke kursi panjang yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Duduk bersebelahan dengan perempuan yang mendampinginya sedari tadi.

Sedangkan Sastra, mencoba mendekati Tara yang mimik wajahnya kebingungan, dan ujung alis yang menurun.

"Bang Aldo kenapa?" Tanya Tara yang bingung sekaligus khawatir.

Sastra tersenyum tipis, mencoba untuk menata perasaan adik sepupunya dengan pertanyaan, "Tara mau kasih doa apa untuk abang Aldo?"

Tara mengernyit, "baik-baik saja."

"Itu yang akan terjadi sama bang Aldo, sayang." Ucap Sastra mengusap kepala Tara dengan lembut, menariknya ke dalam pelukan hangat dan nyaman.

Sebelum menjelaskan seluruh kejadian yang menimpa Aldo, Humar menoleh ke arah Sastra, memberi kode untuk membawa pergi Tara. Karna jelas tidak mungkin, bila gadis kecil itu mendengar kejadian yang menimpa kakak laki-lakinya secara detail

SABRINA & SASTRAWhere stories live. Discover now