49. Smokesas

8.9K 500 37
                                    

Menemui gadis yang sering menghantui pikirannya ternyata bukan sebuah solusi. Sama saja, menambah luka hati yang dari dulu tidak sembuh malah menjadi-jadi.

Aldo terdiam, menatap ramai riuhnya suasana. Pemandangan yang menampilkan seluruh siswa tersenyum bahagia. Kalau bukan dirinya, festival sekolah tidak mungkin terlaksana meriah seperti ini.

Tapi, hati cowok itu tidak sebahagia siswa-siswi dihadapannya. Aldo hanya mengatupkan rahangnya sambil menahan letih dan rasa paling menyakitkan.

Ia memijat pangkal hidungnya, sambil melegakan rasa panas pada dirinya.

Aldo terdiam, dia terlalu lelah. Acara festival sekolah adalah event besar menjelang akhir tahun pelajaran, menyita seluruh waktunya yang seharusnya ia habiskan untuk belajar juga quality time dengan sahabat sekaligus pujaan hatinya, Sabrina.

Selang ia mengambil waktu istirahat, Aldo berniat menemui Sabrina, mengajaknya untuk makan siang bersama. Tapi nyatanya, gadis itu tidak berada di area sekolah.

Hingga mengunjungi stand kelas sampai ruang teater, Aldo juga tak mendapati gadis yang selalu membuat dirinya nyaman.

Setelah tadi berkeliling mencari, hasilnya malah melukai hati. Gadis dengan rambut dicepol itu berjalan bersama dengan sepupunya, Sastra.

Ke dua insan itu tengah menyebrangi jalan raya, menuju ke caffe yang terletak di depan sekolah. Dilihat, Sastra nampak tersenyum manis kala menggandeng, membawa gadis keluar dari area sekolah.

Begitu irinya Aldo, kala Sastra yang seringnya bertampang tenang dan diam, bisa menyetak senyuman yang jarang diperlihatkan, kala berjalan berdua dengan Sabrina.

Jujur, Aldo merasakan sesak sekarang.

Cowok itu menunduk, membiarkan suasana disekitarnya berlalu, tanpa ia nikmati. Rasanya, pening di kepalanya menjalar secepat ini. Membuat ia menggeram tertahan, menahan emosi dalam dirinya.

"Bangsat!" Umpatnya marah.

Aldo memukul kuat dinding lorong kelas hingga membuat sebuah dentuman, tak peduli betapa sakitnya jari-jari tangan yang memerah pekat karna ulahnya. Cowok itu mengatur nafasnya, menata emosi, serta menjaga diri supaya tidak lepas kendali.

Diliriknya ke samping, terlihat seorang cowok berdiri menghadapnya. Menatap penuh bingung dan kaget luar biasa.

Hildam mengerjap, mengatupkan mulutnya, "Lo ngapain adu tinju sama dinding, Al?"

Aldo memandang sengit ke arah Hildam. Bukan pertanda ia marah dengan teman sekelasnya itu, tapi sorot pandangannya memang sedang menampilkan suasana dirinya.

Hildam melesatkan pandangannya pada tangan kanan Aldo, sangat merah dan begitu mencolok.

"Tangan lo merah, njir!"

Aldo memalingkan wajah, menutup diri dan melangkah pergi. Meninggalkan Hildam yang khawatir dan penuh penasaran. Cowok yang terkenal ingin tahu itu berjalan menyusul, menyamakan langkah Aldo.

"Lo kenapa, woy?" Hildam terbirit, berjalan disamping Aldo yang tetap kekeh menutup diri, "Cerita ke gue sih, sat! Kaya ga punya temen aja buat cerita!"

Mendengar ucapan Hildam, langkah Aldo berhenti. Membuat temannya itu ikut terdiam, memandangnya.

Aldo menatap Hildam dengan emosi yang masih mengepul dikepalanya. Membuat atmosfir disekitarnya ikut memanas, cowok itu tak bisa mengendalikan diri.

Merasa tak ada respon baik untuknya, Hildam ikut emosi, "Lo kenapa sih, anjing!"

Aldo langsung melesatkan sebuah pukulam tanpa di duga, membuat Hildam yang tak siap langsung terkapar.

SABRINA & SASTRAUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum