14. Penuh Tanya

13.2K 562 16
                                    

Kini Sabrina tengah duduk bersama Aldo di kafe. Aldo banyak bercerita tentang apa yang terjadi pada masalah kasus uang osis yang hilang hampir dua juta.

Sabrina adalah pendengar yang baik. Pantas saja pria dingin ini senang sekali mencurahkan kesehariannya pada gadis polos nan cantik.

"Ini jam berapa?" Tanya Sabrina pada Aldo yang memang sudah lama mereka nongkrong.

"jam empat. Aku anter pulang ya?" Aldo mulai meraih tas ransel hitamnya dan meraih kunci mobilnya.

"Nggak usah, aku naik taksi aja."

"Nggak papa, Sekalian aja, kan deket. Kangen mama kamu soalnya" Jawab Aldo santai dan mulai membantu Sabrina bangkit berdiri.

Aku tuh pulangnya bukan di rumah mama lagi. Tapi di rumah mertua. Batin Sabrina yang tak mungkin akan dilontarkan.

"Aku ke kasir bentar. Kamu mau Ice cream?" Tawar Aldo yang jelas jelas tidak mungkin ditolak Sabrina.

"iya, mau."

Aldo gemas sendiri, ia mengusap-usap pelan puncak kepala Sabrina sebelum meninggalkannya ke kasir.

Sabrina melemparkan pandangannya ke kafe, ia menemukan wajah tak asing salah satu pengunjung disana. Ia juga menggunakan seragam yang sama dengan Sabrina. Satu sekolah?

Itu kan yang dulu berantem sama kak Sastra. Tapi siapa namanya?

"By?" Suara Aldo membuyarkan pandangan Sabrina.

Aldo yang selalu mengerti kondisi Sabrina melihat arah pandangan Sabrina tadi.

"Bidal?" Tanya Aldo berpaling, dan menatap Sabrina.

Oh iya. Bidal.

"Satu sekolah sama kita kan dia? Kamu kenal?" Tanya Sabrina polos.

"Kenal sih. Dulu pernah deket, sekarang udah enggak. Kenapa emangnya? Mau kamu samperin?" Ucap Aldo nada meledek.

"Dih, tau namanya juga samar-samar."

Aldo terkekeh, "Lah buktinya sampai sekarang fokusnya ke Bidal, padahal sampingnya kan lebih menarik"

"Pede kamu!" Sabrina menabok lengan Aldo, dan, "Eh"

"Nah kan, giliran ice cream aja 'eh' langsung senyum"

"Ya udah ga jadi."

"Dih, ngambek. Nih,ice cream coklat dalemnya matcha. Varian terbaru tuh." Aldo menyodorkan ice cream jumbo yang cukup menyenangkan, dengan cone sebesar genggaman tangan dewasa.

Sabrina tersenyum tipis, "Makasih ya"

Aldo menyelipkan beberapa helai rambut Sabrina di belakang telinga. Rasanya ingin sekali ia mengungkapkan perasaannya, lebih dari sahabat. Tapi untuk saat ini, melihat Sabrina tersenyum saja membuatnya tak tega bila harus nantinya menangis karnanya.

Walaupun Aldo tak sedikitpun punya niat membuat gadis polos ini menangis.

Aldo merangkul Sabrina agar ia sedikit terbantu jalannya, walau sebenarnya Sabrina canggung merasakan ini. Apalagi, ia kini sudah ada yang punya walau tidak banyak yang tahu.

"Udah, Al. Aku bisa jalan sendiri kok" Ucap Sabrina lembut, ia tak ingin membuat Aldo merasa tersinggung atau jadi canggung.

Bagaimanapun juga, Aldo adalah sahabat lamanya yang selalu ada sampai kini.

"Santai aja. lima meter lagi juga nyampai parkiran." Ucap Aldo yang tetap membantu gadisnya berjalan.

Ah, ya sudahlah, memang kenyataannya mereka sudah lama dekat. Merangkulpun sudah hal biasa dari dulu. Mungkin karna status Sabrina yang membuatnya lebih merenggang dan sedikit menjaga jarak.

SABRINA & SASTRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang