34. Ambisi

9.6K 447 34
                                    

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA YA😙

****

"Ngapain lo ngikutin?"

Aldo menatap selidik ke arah sepupunya yang malah menatapnya dengan datar. Ia tak habis fikir dengan sepupunya itu, dengan lebam di sudut mata dan bibirnya itu tak cukup membuatnya untuk memilih istirahat di apartment. Malah sekarang dengan tenangnya ia mengikuti Aldo dan Sabrina hingga sampai ke rumah.

"Gue cuman mengawal. Gak lebih." Ujar Sastra santai.

"Lo pikir gue penculik?"

"Mungkin. Gue kan juga ga tau." Jawab Sastra dengan entengnya.

Kedua tangan Aldo yang dimasukkan ke saku celana samping, serta tatapan menyelidik seorang ayah kepada anaknya itu, membuat Sabrina terkekeh kecil. Ekspresi Aldo, serta respon Sastra yang menyebalkan ini sungguh paduan yang lucu. Sabrina yakin, dulu Sastra dan Aldo pasti punya hubungan baik, sebelum terjadi persengitan seperti ini.

"Eh, Sabrina?" Ujar wanita paruhbaya yang baru saja keluar dari gerbang rumah, membuat ke dua cowok yang saling menatap itu, mengalihkan pandangan, "Sastra? Aldo? Wah ramainya. Ada apa nih?"

Sabrina tersenyum lega, melihat keadaan Alma, ibunya, baik-baik saja setelah sekian lama tidak bertemu. Ia juga bersyukur, kedatangan Alma membuat perseteruan Sastra dan Aldo sedikit teralihkan.

Sabrina langsung menyalimi dan mencium punggung tangan Alma. Kemudian diikuti ke dua cowok yang berjalan mendekat.

"Makan yuk. Bi Lasmi udah masak sup." Ujar Alma.

Sabrina mengangguk. Kemudian ia menatap Aldo dan Sastra secara bergantian. Raut wajah ke dua cowok itu berubah, tidak segalak yang ia lihat tadi. Sastra hanya mengangguk kecil, mengiyakan ajakan Rima.

"Saya mau pamit pulang duluan tante" Ujar Aldo tiba-tiba, membuat Alma mengernyitkan alis bingung.

"Kok langsung pulang? Kan baru sampai"

"Tadi udah makan, tante," Kata Aldo, "Saya juga mau ke sekolah dulu tante. Ada urusan osis."

Alma tersenyum, "Ya udah. Hati-hati ya."

Aldo mengangguk, diliriknya cowok yang masih berdiri di belakang Sabrina, membuat ia mendengus kesal dan beranjak pergi.

Kalau saja ia tidak mendapat tanggung jawab di osis, dan tidak memiliki urusan lainnya hari ini. Ia benar-benar akan menghabiskan waktu bersama Sabrina seharian penuh. Tidak memperdulikan cowok yang sedari tadi mengawasinya sejak pertama ke caffe, timezone, sampai ke rumah Sabrina.

Benar-benar membuat Aldo ingin menggetoknya dengan martil

***

Andre tahu, kebiasaan menantunya ini merokok. Ia juga memakluminya, bahwa Sastra juga cowok yang sudah cukup umur. Jadi sah-sah saja bila Sastra merokok di depan teras rumahnya. Toh, dahulu Andre juga sering merokok, dan masih beberapa kali menikmatinya.

Pria paruhbaya dan seorang cowok yang sedang duduk di depan teras rumah itu nampak menikmati obrolan yang mengalir pada mereka. Keduanya sama-sama memiliki kesamaan, menyukai motogp dan sepakbola. Mungkin bisa dikatakan selera para lelaki.

"Bisa main catur gak, Sas?" Tanya Andre yang kemudian menitiskan rokoknya pada asbak di atas meja.

Sastra mengangguk, "Bisa, om."

Andre tertawa, "Masih manggil om, aja kamu." Katanya, "Ayo tanding sama papa."

Sastra terkekeh, "Ayo, Pa."

SABRINA & SASTRAWo Geschichten leben. Entdecke jetzt