37. The Worst Day

9.4K 495 57
                                    

"Sabrina, gue balik dulu ya!"

"Iya, hati-hati ya." Ujar gadis yang seragamnya terbalut dengan sweater warna merah muda tersebut.

Sabrina mengemas kertas-kertas bekas briefing tadi. Dimasukkannya kedalam ransel warna hijau toscanya dan menutup resletingnya kembali. Cewek itu mengulurkan ke dua tanganya ke atas kepala, mengumpulkan helai-helai rambutnya dan mengikatnya dengan kuncir pita polkadot. Setelah dirasa rapi, ia meraih ranselnya dan memakainya.

Cewek kelas sebelas, sekolah menengah atas itu terlihat seperti anak kecil. Sweater pinknya, tas ransel hijau tosca yang menempel dipunggung, serta rambut panjang dan lebatnya yang diikat menjuntai. Terlihat sangat cute dan cocok untuk pembawaan gadis mungil seperti Sabrina.

Ia melirik jam yang melingkar dipergelangan Sabrina. Membuat ia menghela nafas dan menaruh rasa was-was. Jujur, ia masih bingung harus memenuhi permintaan Bidal untuk bertemu atau tidak.

"Mbak Sabrina, gak pulang sama pacarnya?" Tanya seorang lelaki berprofesi security di sekolah Sabrina.

Sabrina menggeleng, tersenyum tipis, "Enggak, Pak ton. Saya ada janji sama temen."

"Oh, begitu" Pak tono mengangguk paham. Pria dengan sifat ramahnya itu memang kenal dekat dengan Sabrina, bahkan ke seluruh murid. Beliau juga sering mengobrol dengan Sastra, ketika cowok itu sedang menunggu Sabrina.

Sabrina beranjak keluar dari gerbang sekolah, melangkahkan kakinya dengan keraguan. Ia tak mengerti, kenapa Bidal harus mengajaknya bertemu ditempat yang cukup sepi, di belakang sekolah.

Sebelumnya, Sabrina juga sempat beberapa kali mendapat info bahwa kawasan di belakang sekolah sering menjadi tempat tawuran. Banyak warung disana, tapi kalau sore mulai sepi. Kalaupun ada yang buka, pasti dipakai untuk nongkrong anak stm.

Ia terdiam beberapa saat ketika gerombolan cowok berseragam osis memperhatikannya. Mereka tengah merokok dan asyik mengobrol. Membuat nyali Sabrina menciut dan memutuskan untuk berdiri di dekat pohon, sambil terus mengecek pesan dari Bidal.

Ia seperti berdiri di dekat kandang para singa. Membuat perhatian gerombolan cowok tadi menaruh padanya. Jujur ia takut, tapi ia rasa jarak dengan mereka cukup jauh. Kalau mereka mendekat, Sabrina masih bisa berlari lebih di depan.

"Mbak!" Panggil salah satu cowok ke arah Sabrina. Sabrina tak mau dikira sombong, ia tetap menoleh, meskipun tak yakin bahwa yang dipanggil adalah dia.

"Nyariin Bidal ya?" Tanya salah satu cowok tersebut.

Sabrina mengangguk, "iya."

Bertepatan dengan itu, Bidal keluar dari salah satu warung tersebut. Ia nampak sedang menyeruput minuman kaleng dan melambaikan tangan ke arahnya. Cowok itu sama saja keadaannya, bekas luka berada di wajahnya. Memar dibagian ujung mata. Membuat cowok itu terkesan sangar. Cowok itu menaruh kaleng minumannya di meja, dan berlari mendekat ke arah Sabrina.

"Hey? Kok disini?" Sapa Bidal.

"Emang harusnya dimana?" Tanya Sabrina, "disini kan juga termasuk belakang sekolah."

Bidal terkekeh, "iya juga ya."

"Mau ngomong apa?" Tembak Sabrina langsung. Membuat raut wajah Bidal yang sumringah, berubah menjadi pias dan serius.

"Kita cari tempat buat ngobrol dulu ya," Ujar Bidal menghela nafasnya, "gue ambil motor dulu."

Sabrina mengangguk sebagai jawaban. Bidal tersenyum tipis, kemudian melangkah mundur dan beranjak ke arah warung tadi. Cowok itu sempat memasuki warung beberapa detik, dan keluar dengan jaket hijau army beserta tas hitamnya.

SABRINA & SASTRANơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ