57. End?

7K 378 57
                                    

Kalau memang harus ada yang mati untuk akhir semua permainan, mungkin itu lebih baik.

***

Cacha berlari sekuat yang ia bisa. Langkahnya melayang, keluar dari pekarangan markas Gara yang cukup besar. Jantungnya berdegub dua kali lipat, ketika sekilas ia menoleh ke belakang, dua anak buah Gara menepis jarak dengan cepat.

Cemas tapi fokus terus menggerayangi Cacha yang memekik ketakutan kala mendengar anak buah Gara mengancamnya dengan sadis.

"Berhenti lo! Jangan sampai gue seret kepala lo ke dalem markas!"

"Heh! Denger gak lo!?"

Cacha meringis, tapi ia tetap fokus berlari. Ia menajamkan matanya, mempercepat gerak langkahnya, dan mulai melayangkan harapan bantuan.

Ketika jalan belokan semakin terlihat dekat, Cacha sekali lagi menoleh, terkejut ketika uluran tangan salah seorang pria bringas itu mencoba menarik rambut Cacha.

Gadis itu menghindar, lalu menambah kecepatan larinya.

Hanya berselang beberapa detik, mobil hitam yang muncul dari potongan jalan menyerempet dirinya. Pintu mobil itu terbuka dengan sengaja, salah seorang cowok yang duduk di kursi belakang mencoba meraih tangan Cacha.

"Ayo naik, Cha! Buru!" Teriak Hendra sembari mengulurkan tangannya.

Entah karena terlalu panik atau takut terkena jebakan, Cacha menggeleng. Menolak ajakan yang tidak ia ketahui dari siapa.

"Hendra siapa???" Teriak cewek itu semakin berlari kencang.

Hendra berdecak, ternyata selama ini gadis yang sering mampir dipikirannya itu malah tidak ingat ia.

"Hendra! Yang dulu lo jadiin tukang anter makanan dirumahnya Laura!" Teriak Hendra. Sontak Cacha yang teringat langsung mengangguk, dan menerima uluran tangan cowok itu. Masuk ke dalam mobil.

"Sialan! Ada kawan mereka bang!"

"Brengsek!"

****

"Sastra! Bangun woy!"

Yakob menepuk wajah Sastra berulang, berharap cowok yang sudah berlumur darah itu tersadar.

Aldo yang berdiri di belakang Yakob menatap sepupunya dengan khawatir. Tubuhnya tiba-tiba merasa getir ketika menemui Sastra dalam keadaan luka parah.

"Panggil ambulan, sat!" Titah Aldo risau, "Arghh! Si Gara bajingan!"

Yakob tak menggubris Aldo. Ia tahu, cowok itu pasti tak terima melihat Sastra dalam keadaan seperti ini. Meskipun hubungan saudara mereka juga tak baik.

"Alpin udah di gerbang belakang.  Bantu gue bawa Sastra ke sana," Ujar Yakob meraih tangan Sastra dan mengalungkan di lehernya.

Aldo terdiam beberapa saat mengamati Sastra yang tak bertenaga. Atau entah masih bernyawa, ia juga tak tahu. Tangannya ingin mengulur, membantu saudaranya itu. Tapi,

"Bukan waktunya buat gengsi, do. Dia sodara lo." Ujar Yakob yang menuduh Aldo begitu saja.

Membuatnya memilih untuk mendekat, lalu membantu di sisi kiri Sastra. Ketika tangannya terulur menyentuh tangan Sastra.

Ia terkesiap, telapak tangan Sastra dingin.

"Dia mati, anjing!" Teriak Aldo menatap Yakob yang langsung melesat, menatap balik.

****

"Cewek tadi dibawa temennnya bos! Kawanan di jalan Nyak Dien kebobolan!" Pria bringas yang ketinggalan jauh dengan Cacha itu kembali dengan nafas yang tergopoh-gopoh.

SABRINA & SASTRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang