68. Bucket Flowers

8K 709 243
                                    

Setelah menghilangnya punggung Aldo dari pandangan, Sabrina menundukkan kepalanya. Matanya yang meneteskan cairan bening itu ia usap perlahan. Mulutnya tercetak senyuman tipis, hatinya terasa lega.

Entah kenapa, ucapan Aldo begitu menenangkan rasa bersalahnya. Meski ia tidak tahu, apakah suasananya akan tetap sama bila kembali dekat dengan Aldo. Jujur, memang selama ini Aldo adalah orang yang membuatnya nyaman. Sekalipun hanya kehadirannya saja.

Dalam hati Sabrina berdoa, supaya keadaan tidak membuatnya jauh dari Aldo. Itu akan cukup menyedihkan untuknya.

Sabrina menegakkan pandangannya lagi, mengusap air matanya yang masih menetes. Gadis itu menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya. Ia tersenyum, sambil beralih menyapu pandangan.

Depan sekolah masih menjadi area yang paling ramai ketika bel pulang berbunyi. Biasanya para siswa akan mengulur waktu hanya karna terlalu asyik mengobrol, atau sekedar nongkrong di caffe yang berada di seberang jalan. Kalau untuk siswa badung, mereka punya kuasa di jalanan samping sekolah.

Meski sudah tidak begitu padat seperti tadi, kawasan ini masih terdengar riuh karna ramainya derum mesin kendaraan yang berdampingan dengan obrolan dan gelak tawa para siswa yang masih menunggu di depan gerbang. Mungkin masih bisa di bilang ramai, meski tidak sampai macet seperti tadi.

Sabrina menatap layar ponselnya, dimana tidak ada pesan terbalas dari Sastra. Setidaknya sekarang ia tidak begitu gusar, meski hatinya sedikit ada kelegaan sekaligus kesedihan setelah kedatangan Aldo tadi.

Pandangan gadis itu tertuju pada sudut jalan, berharap ada tanda-tanda kedatangan Sastra, meski hasilnya nihil. Ia menghela nafas kecil, lalu memalingkan pandangannya ke arah berlawanan. Memang waktu terasa berputar lebih lama ketika menunggu, padahal kenyataannya tidak.

Sabrina menjinjitkan kakinya, seraya memandangi pertigaan jalan itu dengan lebih seksama. Berharap seorang cowok dengan kendaraan hitam bernama Jaguar, datang dan segera menjemputnya. Tapi sayangnya, yang ada hanyalah pengemudi ojek online yang menjemput orderan dari para siswa.

Untuk ke sekian kalinya, Sabrina menghela nafas seraya menatap layar ponselnya.

Cewek itu mengalihkan pandangnya dengan kembali menunduk. Memperhatikan sepasang kakinya yang tertutup sepatu putih dengan corak bunga-bunga kecil dibagian ujung depannya.

Pandangannya hanya tertuju pada sepatu, sembari mendengar suara ramai di sekitarnya.

Perlahan, makin lama malah tercipta suatu keheningan. Gadis itu terdiam beberapa saat, ketika gelak tawa para siswa disekitarnya mulai menghilang dan berubah menjadi sepotong kalimat kekaguman atau lebih tepatnya karna gemas.

"Ih, lucu banget."

"Adiknya siapa itu? Lucu banget!"

"Kok pakai bawa-bawa bunga sih? Buat siapa dek?"

"Ya ampun, lucu banget! Pengen bawa pulang."

Mendengar kata 'lucu', Sabrina refleks menoleh. Pandangannya langsung mendapati seorang anak kecil bertubuh mungil dengan bucket bunga mawar berukuran cukup besar ditangannya.

Anak kecil itu perempuan, pakaiannya berwarna merah muda serta rambutnya pendek, tepat dibawah telinga. Ia punya senyuman manis, serta bentuk pipi yang bulat menggemaskan. Demi apapun, Sabrina ingin sekali mengajaknya berkenalan.

Anak kecil itu sedang berjalan ke arah Sabrina dengan mantap.

Atau mungkin lebih tepatnya pada seorang siswi yang berdiri tak jauh dari Sabrina. Anak kecil itu berhenti tepat di depan siswi tersebut. Yang rambutnya hanya sepanjang bahu, tapi digerai seperti Sabrina.

SABRINA & SASTRAWhere stories live. Discover now