7 - Sebuah Ketulusan

151 18 3
                                    

Hati Gasta semakin mantap pada Aimee, kendati Aimee masih berpacaran dengan Deon.

Deon, di tengah sakitnya, bukan apa-apa di mata Aimee. Aimee rindu, kangen, khawatir. Namun senyuman dan canda tawa yang dibagi Gasta untuknya selalu berhasil mendistraksi pikirannya dari kegalauan akan Deon. Di kelas, maupun di rumah, Gasta terus berusaha untuk selalu ada untuk Aimee.

Chat setiap hari.

Pulang sekolah bersama hampir setiap hari.

Tertawa bersama setiap hari.

Hingga Aimee tak menyadari bahwa ada sepasang mata yang diam-diam tidak menyukainya. Tidak menyukai kedekatan Aimee dan Gasta. Mata tersebut penuh kilat kebencian.

Sedangkan Aimee, masih dalam kesedihan pasca pertengkaran orangtuanya beberapa waktu yang lalu. Yang membuatnya kabur ke rumah Gasta untuk menginap di sana. Beruntung, Gasta selalu bisa menjadi 'rumah' kedua baginya, terlebih karena ada Feliz juga yang sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri. Meski orangtuanya kini baik-baik saja, Aimee tahu, ada dinding di antara mereka. Aimee sendiri juga jadi canggung melihatnya.

Tapi hari itu, bunda Aimee datang ke sekolah. Ada pertemuan wali murid. Gasta, tentu saja Feliz yang datang. Gasta, Lefina, Keke, dan Aimee kali itu yang bertugas sebagai petugas absensi wali murid. Berempat, mereka duduk di depan pintu kelas untuk menjaga absensi.

Feliz datang sedikit terlambat. Dia baru selesai kelas ketika rapat sudah dimulai 5 menit.

"Udah lama mulainya?" tanyanya ketika menandatangani lembar absensi.

"Barusan kok Kak." sahut Gasta. Langsung saja Feliz masuk.

Mereka berempat mulai bersenda gurau. Teman-teman lain sudah diperbolehkan pulang. Gasta sendiri sebenarnya ingin pulang namun Aimee tadi mencegahnya, mengajaknya menemani menjaga absensi. Acara sudah berlangsung 5 menit, namun absensi masih belum 50% terisi. "Alamat kita nungguin lama deh ini." gerutu Lefina. Keke mengiyakan. "Nggak apa. Sembari nunggu, kita becanda aja." timpalnya.

Mereka membahas banyak hal. Mulai dari wali murid yang kece hingga wali murid yang nggak banget.

"Papanya Valdi wuuuu, eksmud keren ya. Cakepan papanya daripada Valdinya."

"Yeee, cakepan papa Nova keleus, wajahnya mirip Johnny Depp versi Indonesia."

"Mamanya Mefi nggak banget. Masa jilbabnya merah, bajunya biru, bawahannya kuning!"

"Hahahahahaha!"

Keke lalu ke kantin. Ketika kembali, dia membawakan mereka puding aneka rasa.

"Gue yang stroberi! Gue yang stroberi!" seru Gasta. Aimee mengambilkan.

"Thanks ya Mee." ujar Gasta, tersenyum.

"Buseeet banyak amet, Ke. Mo lo jual lagi?" tanya Aimee.

"Nih, ya. Percaya gue. Nih puding enak banget. Satu juga lo ga bakalan cukup. Hahaha." jelas Keke.

Gasta mencoba sesendok puding stroberi pemberian Keke. Matanya langsung melebar.

"Anjay iya Ke! Sadis ni puding!" seru Gasta, ketagihan. "Enak banget Ke!"

"Tuh, apa gue bilang." sahut Keke bangga. "Makanya, besok-besok lo beli!"

"Emang ini dagangannya siapa sih?" tanya Aimee.

"Dagangan gue! Hahahahaha!" tukas Keke telak. Disusul tawa mereka bertiga.

"Yaelah ternyata ngiklan lo ya. Hahahaha." Gasta masih tertawa.

Aim for AimeeWhere stories live. Discover now