23 - Memenangkan Ego

140 14 5
                                    

Feliz benar-benar tak mempercayai apa yang dilihatnya sekarang. Begitu pula dengan Gasta.

Di depan mereka, ada Aimee, masih dalam balutan seragam sekolah, memanggul tas di punggungnya, dan berdiri tak bergeming menatap Gasta tanpa kata.

"Mee?" cetus Feliz gugup.
"Maaf Miss... Saya tadi ngikutin Miss Feliz... Saya kira bukan Miss Feliz, tapi mirip, jadi saya ikutin aja..." aku Aimee tak kalah gugup.

Gasta masih diam saja. Menatap dalam-dalam Aimee dengan mulut setengah ternganga. Matanya membulat dan melebar perlahan, seakan apa yang dilihatnya kali itu tidak nyata.

Keduanya beradu tatap. Dikurung keheningan. Pandangan mereka saling menumbuk, dengan raut yang tidak menyangka-nyangka.

Gasta tenggelam dalam keterpanaan dan kedua biji mata Aimee. Aimee yang menyadari hal itu, kontan saja segera menyadarkannya.

"Gas? Kamu... Di sini juga?" cetusnya getir, berjalan ke arah Gasta.
Gasta tak menjawab. Wajahnya dipalingkan ke arah lain.
"Gas? Hei." Aimee menyentuh tangan kiri Gasta yang diinfus. Tak dinyana, Gasta menepisnya kasar.
"Keluar, Mee." usir Gasta dengan suara rendah, masih memalingkan wajahnya dari Aimee. Aimee menatap Gasta tak percaya.
"Kok? Kamu sakit apa? Sejak kap..."
"Keluar." sambar Gasta, datar, namun bersikukuh menyuruhnya pergi.
"Aku mau jenguk kamu sebenernya, tapi Miss Feliz bilang..."
"Aku bilang keluar ya keluar...!" bentak Gasta sinis. Tidak pernah Aimee, maupun Feliz melihat perilaku Gasta yang seperti itu.
"Gas, kok gitu sih." tegur Feliz yang sedari tadi hanya memandangi mereka berdua karena terlalu speechless melihat Aimee yang tiba-tiba masuk.
"Apa? Ini perbuatan Kakak lagi? Iya? Sekongkol lagi ama Aimee?" tukas Gasta penuh emosi.
"Ck." decak Feliz, berjalan menghampiri Gasta. "Kamu ngomong apa sih? Hah?"
"Sekongkol apa sih Gas?" tanya Aimee tidak mengerti. Gasta melengos, lalu menatap marah pada Aimee.
"Pura-pura bego segala. Udah lah." hardik Gasta.
Aimee benar-benar have no clue. Dia menggaruk-garuk lehernya bingung. "Aku bener-bener gak tau. Ada apa sih? Kamu sakit apa ini? Kenapa kamu gak ngabarin aku?" sergah Aimee panjang lebar.
"Buat apa aku ngabarin orang yang gak bisa dipegang omongannya." sahut Gasta, menyindir.
"Gas, please." Feliz menegurnya sekali lagi.
"Kamu... Kamu kenapa sih Gas? Kamu sakit apa?" suara Aimee bergetar menahan tangis.

Gasta, meski multitalenta, ada satu hal yang dia tidak ahli sama sekali: memasang wajah lempeng dan jahat. Pribadinya yang selalu sumringah, semangat, dan positif tidak bisa membuatnya terlihat kaku dan dingin. Selalu, meski sedikit, masih terpancar kehangatan di binar matanya bahkan ketika dia marah.

"Nggak penting aku sakit apa. Yang penting sekarang aku nggak mau liat kamu di sini, Mee. Kamu pergi. Pergi!"
"Aku nggak akan pergi sampe kamu cerita." ancam Aimee serius. Dia malah duduk di samping Gasta, di ranjangnya.
Gasta menyipitkan matanya, menatap Aimee kesal.
"Aku sahabat kamu, Gas. Cerita, lah." lanjutnya.
Gasta nyeri mendengar ucapan Aimee itu. Sahabat katanya?
"Sahabat ya." desis Gasta sinis. "Sahabat nggak akan ember, Mee. Nggak akan bocorin rahasia sahabatnya ke siapapun!" balas Gasta, penuh amarah.
Aimee terang saja bingung. "Rahasia apa sih?" Aimee celingukan. Menatap Feliz dengan tatapan 'jadi-Miss-Feliz-cerita-ke-Gasta'? Tatapan khawatir dan curiga.
Feliz menatapnya iba dan bingung pula. Dia hanya bungkam seribu bahasa.

Gasta yang asalnya bersandar, kini berusaha bangkit. Hatinya bahagia bisa melihat Aimee hari itu mengingat rindu yang ditahannya berhari-hari, namun sakit hatinya pada Aimee juga terlalu menyakitkan. Kini dia menatap Aimee lurus-lurus.
"Apa?" sahut Aimee.
"Aku kecewa sama kamu, Mee."
"Kenapa?"
Gasta menunduk, lalu mengerling ke arah kakaknya.
"Kakak keluar dulu bisa?" pintanya.
Feliz ingin menolak, namun tidak ingin memperkeruh suasana. Jadilah dia mengiyakan perintah Gasta dan langsung melenggang begitu saja ke luar ruangan tanpa bicara.

Aim for AimeeWhere stories live. Discover now